Kamis, 31 Maret 2016

(sambungan dari SEMAKIN MENDEKAT) STICKER AMBIGRAM

Memasuki minggu akhir bulan puasa, pemuda Mlokolegi yang tergabung dalam organisasi I.Ra.K (Ikatan Remaja Kemplokolegi) berencana mengadakan acara buka puasa bersama. Awalnya itu hanya ide iseng saja dari aku dan Risma karena merasa daerah kami ini sepi tanpa kegiatan pemudanya. Ternyata saat aku bilang tentang ide ini ke oom Zen, langsung mengiyakan dan akan menghubungi pemuda lain untuk ikut berpartisipasi. Aku masih ingat obrolanku dengannya lewat SMS yang membahas soal buka puasa bersama.

"Selamat malam.. boleh aku mengganggu?"

"Malam juga, om."

"Eh, nggak tarawih ya?"

"Iya, perutnya sakit.. om Zen nggak tarawih juga?"

"Nggak, lagi kerja, sakit kenapa?"

"Kekenyangan, hehe.. tadi habis makan mie ayam, dibeliin mbah Narti," jawabku.

"Di Castam ya?" dia bertanya.

Oh iya, Castam adalah nama orang, penjual mie ayam yang paling terkenal di wilayah Sragi dan sekitarnya. Orang Mlokolegi. Kedainya ada di sebelah selatan SMA Negeri 1 Sragi. Namanya Mie Ayam Tenda Biru, karena dulunya sebelum punya kedai berbentuk bangunan, warungnya hanya menggunakan tenda terpal berwarna biru dipinggir jalan, tepatnya didepan rumah Ibu Hajjah Tulipah.

"Bukan, tadi ada tukang mie ayam keliling lewat sini."

"Oo.. yaudah kamu istirahat aja.."

"Iya, om, makasih.. tapi ngomong-ngomong kamu lagi kerja apa?" tanyaku penasaran dan memang sebenarnya aku masih ingin ngobrol dengan dia, soalnya dirumah sepi. Pacarku juga mungkin sedang tarawih jadi nggak ada SMS ataupun telepon dari dia.

"Kerja freelance bikin desain.."

"Desain apa?"

"Logo dan kaos.."

"Itu dijual ya?"

"Iya.."

"Dapat duit?"

"Iya.."

"Berapa?"

"Tergantung kesepakatan, harganya beda-beda karena desainnya juga beda-beda.."

"Oh, aku mengganggu ya? Maaf ya.."

"Nggak kok, kamu tidak mengganggu, aku malah senang ditemani kamu SMS-an.."

"Hehe :-)," aku tersenyum. Pakai emoticon senyum.

"Eh, aku bikin sticker ambigram buat kamu.."

"Apa itu om?" tanyaku nggak ngerti.

"Itu, ambigram adalah kata yang bisa dibaca bolak-balik tetap sama, termasuk seni typography.." dia menjelaskan.

"Masih nggak ngerti, hehe.." aku akui aku bukanlah orang yang mengerti hal-hal seperti itu, aku hanya fokus pada pelajaran disekolah.

"Nanti kalau sudah lihat bentuknya pasti paham.."

"Iya deh.."

"Aku bikin namamu.."

"Iya.."

Kalian sadar nggak? Perhatikan tulisan SMSku, tanpa sadar aku sudah mengikuti gaya tulisan Zen yang memakai titik-titik diakhir kata atau kalimat. Ternyata intensitas hubungan bisa mempengaruhi kebiasaan secara psikis. Inilah mengapa orang yang berpasangan pasti memiliki chemistry diantara keduanya. Walaupun aku dan Zen tidak memiliki hubungan khusus.

"Eh, bulek, aku dengar dari Risma kalau kamu ingin mengadakan buka puasa bersama, bener nggak?" Zen bertanya.

"Emang Risma bilang gimana?"

"Dia bilang, eh mas Zen, kae Depol jare pingin ono buka bersama, gitu.."

"Oh.. iya aku ingin ada kegiatan itu, biar nggak sepi kampung ini.."

"Iya bener juga, aku juga merasa begitu, kegiatan pemuda harus dihidupkan lagi.."

"Bener om.."

"Oke, nanti aku bilang ke teman-teman yang lain.."

***

Besok sorenya Zen mengirim pesan kepadaku.

"Jadi, akan ada buka puasa bersama.."

"Kapan?" tanyaku membalas SMS yang dikirimnya belasan menit terlewat. Aku tadi sedang mandi.

"Hari Jumat, tanggal 25 Juli 2014.." jawabnya.

"Tempatnya dimana?"

"Rencananya di Keboen Bamboe Comal, aku sudah bicarakan sama Danang dan Ari.."

"Oh, iurannya berapa, Om?"

"25 ribu.."

"Ok.."

"Sudah mandi?" dia bertanya.

"Udah.."

"Pinter.."

"Aku mau pergi dulu om, mau nganter nenekku," aku pamit.

"Kemana?"

"Ke Sragi beli lauk buat buka puasa nanti..," jelasku.

"Iya, hati-hati.."

"Iya, makasih..

***

Malam harinya, cuaca bagus, ada sedikit angin berhembus. Selepas maghrib, Mbah Waisah dan Mbah Narti duduk selonjoran diteras rumah sambil ngobrol. Aku juga ikut duduk disitu. Tapi aku tidak ikut ngobrol. Aku hanya mendengarkan mereka sambil mainan hape-ku.

Kemudian mak Kutis yang rumahnya tepat dibelakang rumah nenekku itu datang dan ikut ngobrol disitu. Mak Kutis ini orangnya asyik. Kadang aku minta ditemani dia kalau mau pergi membeli sesuatu yang berhubungan dengan anak muda, bahkan kadang aku juga curhat sama dia. Setelah mak Kutis datang, ada lagi yang nyusul, yaitu Mbah Talkiyah, rumahnya disebelah barat rumah Mak Kutis, bisa dikatakan tepat disamping kirinya. Lalu Bulek Harti juga ikut duduk disitu. Komplit deh ibu-ibu pada ngerumpi. Aku hanya mendengarkan dan kadang ikut tertawa mendengar obrolan mereka yang kadang lucu. Tiba-tiba ada SMS masuk dari Zen.

"Aku mau ke rumahmu, sekarang.."

"Jangan om, rumahku ramai.."

"Nggak apa-apa, aku sudah jalan.."

"Mau apa?"

"Mau ngasih kamu sticker.."

"Kapan-kapan aja, banyak orang disini, aku malu.." jelasku kepadanya agar dia membatalkan acara kunjungannya karena aku takut dan malu kalau ada seorang cowok datang dan memberiku sesuatu. Nanti dikira aku pacaran.

Tidak lama kemudian dari arah Timur atau arah depan rumah nenekku, terlihat Zen naik sepeda. Dia memakai sarung motif kotak-kotak besar warna cokelat dan baju motif kotak-kotak kecil berwarna ungu. Berdua. Tapi aku tidak tahu siapa yang diboncengnya. Saat tepat didepan rumah, hatiku sudah dag dig dug ser, berdetak kencang. Bagaimana kalau dia nekat berhenti dan benar-benar bertamu? Tak tahu harus berbuat apa. Tapi tiba-tiba secara mendadak Zen membelokkan sepedanya ke arah samping rumah menuju jalan ke rumah mak Kutis. Entah kenapa. Semenit kemudian dia dan temannya itu lewat lagi, pergi menjauh. Mungkin pulang. Dalam hatiku berkata,"Kenapa pergi lagi? Aneh."

"Kok rame ya?" dia SMS.

"Kan tadi aku udah bilang.." belaku.

"Hehe, iya, kirain cuma ada sedikit.. Aku malu.."

"Aku juga malu kalau kamu jadi bertamu.. udah deg-degan tau.."

"Hahaha.."

"Tadi sama siapa?" tanyaku.

"Cekrek.."

"Siapa Cekrek?" aku tidak tahu kalau ada nama pemuda Mlokolegi yang seperti itu.

"Eh, itu Ari anaknya Pak Slamet ketua RW, tadi aku paksa dia untuk menemaniku, padahal dia tadi mau mandi.."

"Hehehe.. Kok dia mau?"

"Aku bilangnya mau nganterin undangan buka puasa bersama buat kamu.." jelasnya.

"Hehehe.. dasar.." aku senyum.

"Yaudah stickernya nanti aja kapan-kapan ya.."

"Iya om, hehe.."

***

Malam berikutnya ada pemberitahuan dari Zen kalau ternyata acara buka puasa bersama jadwalnya berubah.

"Jadwal buka puasa bersama berubah." katanya.

"Kok bisa?" tanyaku.

"Iya, soalnya kalau hari Jumat itu terlalu mepet sama hari Lebaran.. karyawan Keboen Bamboe pada mudik.."

"Oh, terus?"

"Katanya sih bisa aja kalau mau pakai tanggal itu, tapi mereka cuma menyiapkan hidangan tanpa ada pelayanan, tadi aku sudah bicara dengan pemiliknya sama Danang sekaligus ngasih DP.." jelasnya.

"Terus jadinya diganti hari apa?"

"Jadinya hari Rabu.."

"Nggak Kamis aja Om?"

"Nggak bisa, Danang ada bukber sama alumni SMP.."

"Oh, yaudah, tapi aku sudah terlanjur bilang sama nenekku kalau buka puasa bersama hari Jumat.." aku berkata.

"Bingungnya kenapa?" tanya Zen.

"Kalau tiba-tiba aku pergi pas hari Rabu dan bilang mau buka puasa bersama, nenekku nggak percaya, dikira aku bohong.. Nenekku itu sangat protektif ke aku.." aku menjelaskan.

"Yaudah nanti aku bikin undangannya khusus buat kamu.. biar nenekmu percaya.."

"Iya om, terima kasih.. Aku mau bobok dulu ya.."

"Iya, jangan lupa.."

"Lupa apa?"

"Aku mengucapkan selamat tidur dari sini, kamu nggak akan dengar.."

"Iya.."

Dalam hati aku menjawab,"aku juga mengucapkan selamat tidur dari sini.."

***

Besoknya, pagi sekitar pukul sepuluh. Zen datang kerumahku bersama Danang. Saat itu aku sedang di dapur, membantu nenekku bikin kue. Maklum mau lebaran. Aku diberitahu kalau ada tamu untukku, yang memanggil Bulek Harti. Lalu aku berjalan menuju ruang tamu. Aku duduk. Aku merapikan rambutku, mengikatnya ke belakang membentuk gulungan rambut diatas kepala. Disitu ada Bulek Harti dan suaminya juga.

"Ada apa?" tanyaku setelah posisi dudukku nyaman. Posisiku tepat menghadap Zen.

"Ini, undangan buka puasa bersama, jadwalnya berubah," Danang yang bicara.

"Oh iya," jawabku datar karena aku sudah diberitahu oleh Zen soal perubahan jadwal ini. Dan sebenarnya undangan ini juga hanya sebagai formalitas agar nenekku tahu akan adanya perubahan jadwal ini. Biar tidak curiga.

"Yasudah, begitu saja, kami pamit dulu," Danang lagi yang berbicara.

"Terima kasih ya.." aku yang bicara.

Kemudian mereka berdua beranjak dari tempat duduk untuk pergi keluar. Aku juga berdiri mengantar sampai di pintu.

"Assalamu'alaikum.." Zen yang mengucap salam sambil memakai sandalnya.

"Wa'alaikumsalaam.." Aku yang membalas salamnya sambil memegang kertas undangan.

Aku masuk. Melanjutkan pekerjaan membantu nenek bikin kue lagi. Baru sebentar sudah ada pesan masuk dari Zen.

"Rambutmu dicat ya?" tanya Zen.

"Nggak.. Kenapa?" aku bingung.

"Oh, tadi sepintas aku lihat ada warna merah diantara rambut hitam milikmu, pas kena cahaya matahari.."

"Bukan, nggak disemir.. Ini alami.." balasku.

"Merahnya bagus, bukan merah pirang karena sering kepanasan, tapi kayak rambut jagung gitu, hehe.."

"Iya, ini alami.."

"Kayak orang bule ya Bulek?" Zen menggodaku.

"Iya dong.. Bule Hid, hehe.. Aku mau lanjut bantu nenek bikin kue lagi ya.. Kamu minta?"

"Iya, mana?"

"Belum mateng.. Hihihi.."

***

Daerah Istimewa Mlokolegi. Selasa malam. Hidupku rasanya penuh dengan SMS dari Zen. Mentang-mentang SMS gratis. Sesama operator. Padahal orangnya nggak ganteng-ganteng amat, keren juga enggak. Masih kalah keren dibanding penampilan pacarku. Gantengan juga pacarku. Tapi kenapa setiap dapat SMS dari Zen, aku merasakan suasana hati yang berbeda? Dan malam itu aku juga sedang SMS-an dengannya.

"Nanti pas acara bukber, kita boncengan ya.." ajak Zen.

"Emmmm gimana ya?" aku pura-pura berpikir.

"Aku nggak ada motor, dibawa kerja adikku.." kata Zen

"Aku malu.."

"Malu kenapa? Kan ada aku, nanti ngumpet dipundakku aja.. Hehe.." rayunya.

"Malah tambah malu aku, nanti mukaku merah kayak kepiting rebus, hahaha.."

"Kok bisa?"

"Bisa, saking malunya, hehe.."

"Kan kita tetangga, nggak apa-apa dong.."

"Nanti aku tanya sama Risma dulu.." ujarku.

"Kenapa tanya sama Risma?"

"Soalnya Risma juga mau boncengan denganku juga.."

"Baiklah, kalau kamu mau boncengan sama Risma, nanti aku cari boncengan lain.. boleh aku meramal?"

"Apa?" aku penasaran.

"Suatu hari nanti, kamu berboncengan denganku.." Zen meramal.

"Kamu yakin Om?" aku sangsi.

"Lihat saja nanti, Hid.."

"Hehe.."

"Nanti kalau mau tidur, jangan lupa ya?"

"Lupa apa?" tanyaku.

"Ingatan, hehehe.."

"Ah kamu, iya lah.. Kalau lupa ingatan nanti gila namanya, hahaha.."

"Udah ah, aku mau lanjut kerja.."

"Iya.."

***

Daerah Istimewa Mlokolegi, hari Rabu, tanggal 23 Juli 2014, pukul empat sore dibulan puasa. Jalanan tampak lebih ramai dari biasanya. Ya, kali ini banyak pemuda-pemudi yang siap untuk berangkat menuju ke tempat acara buka puasa bersama diadakan. Keboen Bamboe Comal. Aku jadinya boncengan dengan Risma naik motorku. Tapi aku tidak berkumpul dijalan, aku dan Risma ngumpul dirumah Rohma. Dibelakang Mushola Al Amin. Muncul Zen naik sepeda gunung warna merah dan kuning, pakai celana jins hitam panjang, kaos hitam, dan jaket jins yang disampirkan dipundaknya. Menghampiri kami bertiga. Lalu, dengan posisi masih diatas sepeda dan berhenti, dia bilang.

"Ini, sticker ambigram buat kamu.. bisa dibaca bolak-balik.."

Aku hanya diam, pura-pura nggak dengar, menunduk. Sumpah aku malu.

"Ini, ambil, buat kamu.." kata Zen lagi.

"Kae Phol tampani," Risma yang bicara pakai bahasa Mlokolegi yang artinya,"Itu Phol terima."

Aku masih diam. Malu campur bingung. Akhirnya aku suruh Risma aja yang nerima dan ambil sticker itu. Kebetulan Zen juga nggak masalah yang nerima siapa, asal nanti dikasih ke aku. Dia cuma bilang:

"Yaudah, ini stickernya ada di Risma, nanti diambil ya.. Jangan lupa ditempel.." Zen berkata lalu pergi menggowes sepedanya.

"Oh iya, sebentar lagi berangkat!" teriak Zen dari depan Mushola Al Amin.

Setelah Zen pergi, aku terima sticker itu dari Risma. Aku masukkan ke dalam tas. Lalu aku kirim SMS untuk Zen.

"Terima kasih ya.." tulisku.

"Iya, sama-sama.." dia membalas.

Lalu seluruh peserta buka puasa bersama berangkat. Aku berboncengan dengan Risma, sedangkan Zen, aku lihat dia masih belum berangkat, belum dapat boncengan kayaknya. Kasihan juga sebenarnya, dalam hati aku berkata," Maaf, Om, tapi bodo amat, kamu bukan pacarku."

Waktu sudah hampir maghrib saat semua peserta sampai di Keboen Bamboe. Ramai sekali disana. Tempat parkir penuh. Perut sudah keroncongan. Kami langsung menuju ke tempat yang sudah di pesan, pojok kanan belakang dekat dengan Mushola untuk pengunjung dan karyawan. Ada mainan prosotan dan ayunan juga disitu. Eh, ada jungkat-jungkit juga. Suasananya dibuat seperti suasana pedesaan, pondok makannya didesain seperti saung, ada sawahnya, dan banyak pohon bambu hiasnya. Tapi sayang, sawahnya kering, jadi kurang asyik kalau ada yang kecebur disawah. Tidak kotor oleh lumpur. Hehehe.

Makanan belum tersaji. Padahal sebentar lagi bedug maghrib. Yang pusing panitia. Aku lihat Zen, Danang, Tiyan, dan Barudin sibuk mondar-mandir, tak tahu kenapa. Aku sih asyik aja ngobrol sama teman-teman. Waktu itu ada Risma, Cicik, Rohma, Wahyu, Ayu (keponakan Zen), dan Mbak Nita (Ibunya Ayu sekaligus kakaknya Zen yang juga menjabat Kepala Dusun Kemplokolegi).

Akhirnya bedug maghrib sudah dipukul. Duk duk duk begitu bunyinya. Orang-orang dari kelompok lain sudah balapan ambil minum dan makanan. Ditempat kami baru muncul beberapa hidangan saja. Salah kami juga datangnya telat.

Panitia memutuskan untuk mendahulukan peserta cewek untuk makan dan minum dulu, sementara yang belum kebagian boleh minum seadanya. Alhamdulillah. Walaupun yang peserta cowok sebagian ada yang belum dapat jatahnya. Aku lihat mereka memilih untuk sholat maghrib dulu daripada bengong.

Setelah para cowok sholat maghrib, lalu giliran ceweknya yang sholat. Habis itu acara ngobrolnya dilanjut lagi. Sebagian ada yang main ayunan, ada yang main prosotan, ada yang main jungkat-jungkit, ada juga yang naik kuda-kudaan. Lalu yang lain aku lihat nongkrong dijembatan yang melintasi sawah buatan disana. Aku juga SMS-an dengan Zen. Walaupun dekat jarak kami.

"Sudah makan om?"

"Belum, cuma minum tadi, sama nyicipi jajan punya Obes, hehe.."

"Belum kebagian ya?" aku menebak.

"Iya, nggak apa-apa, yang penting peserta udah semua."

"Iya, tapi nanti dapat juga kan?"

"Iya dong, tenang aja.."

"Ini aku mau makan dulu, udah datang nih makanannya.."

"Alhamdulillah.."

Malam yang sedang bagus itu tiba-tiba berubah jadi dingin dan gelap sekali. Bintang yang tadinya banyak jadi hilang tertutup mendung. Hujan turun dengan deras tiba-tiba. Yang lagi pada mainan langsung berlarian menuju saung tempat makan tadi. Terpaksa jam pulang ditunda sampai hujan reda atau minimal tinggal gerimis kecil. Aku masih duduk dipojokkan saung sambil BBM-an dengan pacarku. Sementara aku lihat Zen yang berdiri diantara peserta sambil berbicara entah tentang apa. Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas karena jarak antara aku dan dia lumayan jauh, dan ada suara hujan juga. Tapi samar-samar aku dengar tentang pengumuman.

Kira-kira pukul setengah delapan hujan mulai reda. Tinggal rintik-rintik gerimis yang masih ada menari di atas bumi. Tapi angin bertiup agak dingin. Semua peserta mulai berjalan meninggalkan saung menuju tempat parkir motor. Aku juga. Berjalan sendiri. Tiba-tiba Zen datang dari arah belakangku dan menjajari jalanku.

"Dingin ya?" dia bertanya.

"Iya, tapi masih bisa ditahan kok," jawabku berbohong karena memang aslinya aku kedinginan. Aku hanya memakai baju kaos lengan panjang, celana pensil, dan hijab.

"Yasudah, aku juga dingin, dan tidak ingin sakit, aku tetap pakai jaketku ya.. Kamu kalau kedinginan, biar Risma aja yang didepan.."

"Iya nggak apa-apa.."

"Atau kita boncengan saja?"

"Nanti Risma mau ditaruh dimana?"

"Naiknya bertiga, hehe.."

"Nggak ah, ini udah terang juga, wek!"

"Kamu tahu, kenapa tadi hujan?"

"Tahu dong, aku kan anak IPA.. Karena uap air yang terkandung dalam awan sudah terlalu banyak, jadi dengan sendirinya uap air itu jatuh ke bumi dalam bentuk tetes-tetes air yang disebut hujan, hehe.."

"Bener, tapi yang aku tanyakan adalah, kenapa tadi harus ada hujan? Soal waktu"

"Emmm kenapa ya?.. Nggak tahu deh.." aku memang malas berpikir tentang hal itu.

"Tuhan pasti sengaja menurunkan hujan tadi agar kita bisa berkumpul lebih lama, bukan hanya datang, makan, minum, lalu pulang.. Nggak ada esensinya jika acara perkumpulan hanya begitu saja.."

"Iya aja deh, yang ngomong mahasiswa, hehe," kataku.

"Hehe, jangan gitu ah.. Eh, nanti naik motornya hati-hati ya.. Licin jalannya.. Dingin juga."

"Iya Oom.. Terus kalau tahu dingin, kenapa nggak mau minjemin aku jaket?"

"Karena kalau aku sakit, nggak ada yang menjaga kamu nanti.." jawabannya bikin aku terharu.

"Terus kalau aku yang sakit?" tanyaku.

"Ada pacarmu yang siap menjengukmu.. dan aku dirumah saja.."

"Kok gitu?" tanyaku agak kesal.

"Mendoakanmu biar cepat sembuh.."

"Dasar, udah ah.."

Sampai dirumah, aku lepas hijabku. Aku ganti baju yang tadi dengan baju tidur. Lalu aku ambil tas yang tadi aku bawa pergi ke acara buka puasa bersama. Aku cari sticker pemberian dari Zen. Ada. Aku perhatikan bentuknya dan tulisannya yang katanya bisa dibaca bolak-balik. Lama aku berpikir tentang tulisan apa ini. Ternyata itu adalah tulisan namaku, Devi yang telah dimodifikasi agar bisa dibaca bolak-balik atau istilah kerennya ambigram. Setelah itu aku pasang sticker itu dikaca helmku, disebelah kanan. Sambil tersenyum dan memikirkan betapa kreatifnya Zen. Aku kagum. Dan berterima kasih, itu adalah pemberian pertama dari seorang cowok yang tidak ada nilai jualnya namun menunjukkan kualitas orangnya. Benda itu juga adalah barang pertama yang diberikan Zen kepadaku.

Bersambung lagi ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar