Kamis, 31 Maret 2016

(sambungan dari INI AKU) DIA TETANGGAKU

Mlokolegi, pertengahan bulan Juli dibulan puasa tahun dua ribu empat belas masehi. Sesudah buka puasa seperti biasa, aku duduk menonton acara televisi bersama nenekku. Tetapi tanganku sibuk bermain handphone. Banyak pesan masuk di Blackberry punyaku. Jadi aku membalas pesan-pesan itu seperti aku punya dendam.
Tiba-tiba ada pesan masuk lagi, tapi bukan lewat blackberry messenger melainkan lewat nomer handphone. Tanpa nama, hanya ada nomor dan pesan.

''Hai, selamat malam..'' begitu tulisannya. Lalu aku balas,''Maaf ini siapa?''

Tidak lama kemudian ada balasan lagi,''Ini aku, Zen..''

"Oh, dapat nomerku dari siapa?" tanyaku.

"Dari Risma.." jawabnya singkat.

"Oh iya aku ingat, kemarin kata Risma kamu minta nomerku," aku membenarkan.

"Iya, terima kasih sudah membolehkan.."

"Sama-sama," balasku.

Asli. Aku sebenarnya masih agak kurang paham dengan yang namanya Zen. Yang aku tahu adalah adiknya yaitu Azis atau biasa dipanggil Geson oleh teman-teman dikampung. Aku memang jarang, bahkan belum pernah melihat yang namanya Zen, soalnya dulu aku tidak tinggal disini dan aku dengar juga dia itu kuliah di Tegal. Jadi wajar kalau aku belum mengenalinya. Tiba-tiba ada pesan masuk lagi.

"Sudah buka puasa belum?"

"Sudah, kamu?" aku jawab sekaligus bertanya.

"Aku juga sudah.. Sedang apa sekarang?"

"Sedang nonton tivi," jawabku.

"Nanti tarawih nggak?" dia bertanya lagi.

"Tarawih dong," jawabku singkat.

"Pinter.. Aku juga tarawih ah, biar ketemu kamu.. Eh, kalau tarawih di masjid, pulangnya bisa dapat sendal bagus lho.."

"Hahaha, kok bisa?"

"Bisalah.. Kalau mau nukerin ke orang yang sendalnya bagus, tapi jangan bilang sama orangnya, hehe.."

"Itu namanya maling, hahaha," aku tertawa. Dan dipandangi nenekku karena yang dilihatnya aku tertawa sendiri seperti orang gila melihat handphone.

"Eh sudah dulu ya.. Sudah mau masuk waktu Isya.."

"Iya, aku juga mau siap-siap," balasku sambil mempersiapkan mukena.

"Tarawih dimana kamu?" dia kirim pesan lagi, padahal tadi dia yang bilang untuk sudah dulu. Dasar cowok.

"Di mushola biasa, depan rumah Rohma," balasku.

"Baiklah.. Aku ramal nanti kita ketemu dimushola Al Amin.."

Perasaanku masih biasa saja ketika itu walaupun sedikit penasaran. Lagipula tujuanku ke mushola Al Amin adalah murni karena niat ibadah kepada Allah, bukan niat karena mau melihat yang namanya Zen ataupun memenuhi ramalannya.
Aku berangkat ke mushola berjalan kaki bersama nenekku dan juga tetanggaku yang biasa kusebut Mak Kutis, tapi tubuhnya gendut, padahal kutis itu kata nenekku artinya kecil. Kalau tidak percaya, main kesini, lihat sendiri.
Suara adzan sudah berkumandang menyeru umat muslim untuk segera menunaikan ibadah sholat wajib. Sementara perasaanku masih biasa.
Aku mengambil wudlu kemudian menempati lokasi favoritku di mushola Al Amin yaitu dibagian luar, dekat dengan jendela besar yang tembus pandang ke tempat sholat jamaah lelaki. Tentunya ada alasan tertentu yang tidak bisa aku jelaskan pada kalian.

Adegan sholat aku lewati saja. Takut disangka riya'. Hehe.

Sehabis sholat tarawih aku pulang. Jalan kaki lagi. Sesampai dirumah aku mendapati ada pesan masuk di handphone ku, dari Zen.

"Devi Kasih Purnamasari.."

"Siapa itu?" tanyaku.

"Bukankah itu nama lengkapmu?"

"Bukan," jawabku singkat.

"Lalu, siapa nama lengkapmu?"

"Devi Nurhidayanti," jawabku jujur.

"Oh, aku tahunya orang-orang memanggilmu Devi.."

"Iya."

"Boleh aku memanggilmu dengan sebutan lain?"

"Terserah kamu," aku menjawab.

"Aku jadi ingat dengan tukang rias pengantin tempat dulu aku bekerja, namanya Hajah Ratna Hidayati, panggilannya mbak Hid, dia sering juara tata rias tingkat nasional dan sudah menerbitkan beberapa buku tentang tata rias.." Zen menulis banyak sekali. Bikin aku pusing membacanya.

"Emang kamu bisa rias pengantin?" tanyaku.

"Aku bukan jadi penata rias, tapi aku jadi kru dekorasinya, di SUCCESS WEDDING ORGANIZER, punya suami mbak Hid.."

"Oo.. dimana?"

"Pemalang.. Boleh aku memanggilmu dengan nama Hid?"

"Ehm, boleh.. aku dengar kata orang, kamu masih kuliah ya?" tanyaku basa-basi.

"Iya.."

"Jurusan apa?"

"Pendidikan Bahasa Inggris.."

"Semester berapa?"

"Semester banyak, hehe, masih skripsi.."

"Oo.."

"Kamu nggak belajar?" tanya Zen.

"Nggak, sekolah masih libur," jelasku.

"Sekarang sedang apa?"

"Boboan aja dikamar sambil dengerin musik," jawabku.

"Kamu suka lagu apa?"

"Yang penting enak didenger, ya aku suka.. Kalau kamu?"

"Kalau alasannya yang penting enak didengar, maka seharusnya aku suka mendengar suaramu.. tapi kenyataannya aku suka mendengar Green Day, tahu nggak?"

"Hehehe.. emmmm, tahu tapi cuma satu lagu yang judulnya apa itu ya? Pokoknya lagunya itu pertama slow tapi nanti ditengah jadi agak ngerock."

"Wake me up when September ends?"

"Coba gimana nyanyinya? Soalnya aku nggak tahu judulnya tapi tahu lagunya, hehe.."

"Lewat SMS mana bisa nyanyi?"

"Oh iya ya.."

"Kamu sekolah dimana?" Zen bertanya.

Tapi pertanyaan itu tidak sempat aku jawab karena tiba-tiba pacarku menelepon. Dan tindakan yang dilakukan seorang cewek ketika pacarnya menelepon adalah segera melupakan apapun yang sedang dikerjakannya. Iya, alasannya adalah rasa senang. Aku yakin kalian pun demikian.

Pacarku kalau menelepon suka lama, sampai kadang lupa waktu. Apalagi ini sedang musim libur sekolah. Tidak ada kewajiban untuk bangun pagi agar tidak telat berangkat ke sekolah. Pasti menelepon sampai larut malam. Tidak apa-apa. Aku senang bisa ngobrol dengannya, soalnya walaupun kami satu sekolah tapi kami jarang ketemu, karena menurutku sekolah itu tempatnya belajar bukan tempatnya berpacaran. Jadi kami hanya sering ngobrol lewat telepon. Aku suka berterima kasih kepada telepon karena sudah membantu melancarkan komunikasiku dengan pacar, hehe.

Pacarku menelepon hingga tiga jam. Itu juga berhentinya karena baterai handphone-ku hampir habis, dan aku juga ngantuk. Aku juga ingat bahwa saat itu sedang bulan puasa, dimana orang-orang harus bangun pada sepertiga malam terakhir untuk makan sahur. Jadi aku harus tidur agar pas dibangunkan pas makan sahur tidak mengantuk.

Setelah aku tidak lagi ditelepon oleh pacarku, ternyata ada pesan masuk dari Zen.

"Selamat beristirahat.."

Tidak kubalas. Malas. Tapi kenapa aku jadi kepikiran padanya? Padahal aku belum pernah mengenalnya walaupun dia tetangga sekampungku. Dia tetanggaku yang aku tahu lewat smAh, sudahlah, aku mau tidur saja, ngantuk.

Bersambung lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar