Tempatnya karya sastra dan seni mulai dari yang tidak terkenal hingga yang super terkenal.
Jumat, 25 Maret 2016
Lagi inget kemah waktu SMA nih
Waktu itu kejadiannya di Wonotunggal, Batang. Ya, SMA Sragi mengadakan kegiatan Pramuka Kemah Bakti Ambalan untuk semua murid baru. Katanya wajib. Makanya pada ikut semua.
Siang itu. Panas sekaleeee. Maklum ditengah lapangan. Waktu itu semua rombongan baru selesai upacara pembukaan dan diperbolehkan untuk ke tenda masing-masing sangga (istilah gampangnya regu). Semua pada sibuk mengurus barang bawaan masing-masing. Ada yang bawa tas ransel gede, tas ransel sedang, tas ransel kecil, dan miniatur tas ransel yang isinya lengkap, ada radio, televisi, genset, sama kompor, serta peralatan dapur.
Dalam cerita ini, yang jadi tokoh utama adalah Dedi Sutikwo. Sebut saja Dedi. Asli dari Panjang, Kota Pekalongan. Entah kenapa dia bisa nyasar sekolah sampai ke Sragi, padahal di kota banyak sekolahan. Kemungkinannya ada dua, yaitu SMA SRAGI terkenal bagus, atau Nilai ujian Dedi nggak memungkinkan untuk sekolah di kota. Nah, di Sragi ini dia tinggal di Sijeruk dengan simbahnya.
Dedi ini kalo ngomong logatnya lucu ditelinga teman-temannya, serta ngomongnya cepat, mungkin bisa tiga kata perdetik kecepatannya. Jadi terkadang teman-temannya agak kesulitan menafsirkan perkataannya. Perlu diulang-ulang.
Waktu KBA, panitia mengadakan kegiatan lomba selain ada acara api unggun, mencari jejak, dan jurig malam. Diantaranya ada lomba masak, lomba kebersihan lingkungan tenda, lomba adzan, lomba qiro'ah, dan lainnya lupa. Setiap sangga harus mengirimkan wakilnya untuk lomba yang bersifat individu. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh sangga V, yakni sangga tempat Dedi bergabung yang berisi Davit sebagai ketua sangga, lalu Zen sebagai wakilnya, ada Gian (Kuncung) sebagai ketua dan wakil cadangan, ada Rizqi (Mandor), Ucha (Canus), Giono (Achong), Taufiq (Topik), Kiki (Tiger), Bowo, dan Marwan (Kebo). Akhirnya Dedi dikirim untuk lomba adzan besok.
Setelah rapat tentang hal tersebut. Para pramuka sangga V pun berbincang-bincang.
''Eh, kiro-kiro nek kemah es-em-a koyo iki, ono sing ditiliki ma'ene pora?'' Giono memulai obrolan. Artinya (eh, kira-kira kalau kemah es-em-a kayak gini, ada yang dikunjungi ibunya nggak?)
''Paling Davit, kae kan anak mami, hahaha.'' timpal Rizqi yang artinya (palingan Davit, dia kan anak mami.)
''Nek cah wedhok mesti ono nek cah wedhok, yakin aku ora ngomong ndobol, nek cah wedhok mesti ono.'' Dedi berkata dengan ciri khas logatnya, dan berarti (kalau anak perempuan pasti ada, aku yakin).
''Koyo iki bae, sing nang tenda iki, regune dhewe, nek ngko bengi ono sing ditiliki ma'ene, berati anak mami, oke?'' Giono mengusulkan, artinya (begini saja, kalau nanti malam ada anggota regu kita yang dikunjungi ibunya, berarti dia kita panggil anak mami, oke?)
''Oke!!!!!!!'' semua setuju.
***
Waktu berlalu, siang pun menuju sore. Belum ada kegiatan yang benar-benar menguras tenaga. Yang ada hanya panas yang menguras keringat. Pada saat adzan ashar, semua peserta yang muslim dan tidak dalam keadaan menstruasi diwajibkan ikut sholat berjamaah ditengah lapangan.
Pada saat itu, ada dua anak dari sangga V yang keluar wilayah perkemahan karena mau membeli jajan disekitar perkampungan warga. Mereka kebetulan sedang didekat masjid. Mereka adalah Marwan dan Zen. Mendengar sudah masuk waktu sholat ashar. Mereka bingung antara kembali ke lapangan atau ke masjid terdekat. Akhirnya mereka menuju masjid terdekat saja untuk sholat ashar disitu.
''Wan, koyone dhewe mau kudune melu sholat jamaah nang lapangan?'' tanya Zen seusai sholat. Artinya (Wan, harusnya kan kita ikut sholat dilapangan?)
''Wis ora kaiki, sholat kui luwih cepet luwih apik." jawab Marwan yang artinya (udah nggak apa-apa, sholat itu lebih cepat lebih baik).
"Ngko nek ditakoni, kok mau ora melu sholat jamaah nang lapangan, jawabe prye?" tanya Zen, artinya (ntar kalo ditanya, tadi kok nggak ikut sholat jamaah dilapangan, jawabnya gimana?"
"Gampang, wis sholat nang masjid." timpal Marwan yang artinya (Gampang, jawab aja udah sholat tadi di masjid).
"oh, ok.."
Mereka berdua berjalan menuju ke lokasi perkemahan lagi. Ternyata dilapangan masih persiapan sholat ashar. Belum dimulai. Zen dan Marwan pun dengan pe-de-nya melangkah dan berniat untuk tidak mengikuti kegiatan itu. Mereka menuju tenda. Lalu dari belakang ada suara yang memanggil.
''Dik! Dik! Mau kemana? Kok nggak ikut sholat berjamaah?" tanya kakak bantara yang bernama Dirno. Dia panitia.
''Tadi sudah sholat kak.'' jawab Marwan.
''Ah, nggak percaya," kata Dirno.
''Iya, tadi sudah sholat di masjid sana, apa bedanya sih?" Zen berkilah.
''Peraturannya, harus ikut sholat jamaah disini, dilapangan, ayo!" Dirno menyuruh.
''Masa harus sholat lagi?" keluh Marwan.
"Daripada dapat hukuman dan push-up?"
"Ya sudah, kami ikut sholat, daripada disuruh push-up." akhirnya Marwan dan Zen menyerah.
''Wan, sholat ping pindo ora kaiki? " tanya Zen. Artinya (Wan, nggak apa-apa nih sholat dua kali?)
"Ora kaiki, bati pahalane dobel, hahaha." jawab Marwan. Artinya (nggak apa-apa, biar dapat pahala dobel).
"Sholate etok-etok bae po Wan? Karo ngganggu bocah liyane.. Hehe," usul Zen. (sholatnya pura-pura aja Wan, sambil gangguin yang lain).
"hahaha"
Akhirnya Marwan dan Zen jadilah sholat ashar dua kali dalam sehari. Ini yang bego yang nyuruh sholat lagi apa yang mau disuruh sholat lagi. Kalau macam begini beneran dapat pahala dobel apa malah dosa?
***
Sorenya sebentar lagi berganti petang. Kegiatan pada waktu itu adalah mandi. Mandinya ke sungai. Tapi itu buat yang cowok. Yang cewek mandinya numpang dirumah warga atau disaluran irigasi yang sudah dibuatkan bilik khusus mandi oleh panitia. Curang. Jadi nggak bisa ngintip cewek mandi.
Rombongan sangga V mandinya lama, sampai hampir maghrib baru selesai. Padahal nanti ada acara sholat maghrib berjamaah di lapangan. Zen dan Marwan nggak mau sholat duluan. Takut kejadian tadi terulang lagi. Tapi sekarang mereka malah hampir tidak ikut sholat maghrib berjamaah karena mandinya kelamaan. Main perang-perangan dulu.
Sehabis maghrib, semua peserta KBA makan malam ditenda masing-masing. Makanannya juga hasil masakan koki masing-masing. Jadi rasanya pun masing-masing. Ada yang rasanya terlalu asin, ada yang hambar, ada yang rasanya pahit, mungkin koki-nya masak sendal jepit.
"Wah! Sendal jepitku ilang!" teriak salah satu peserta. Mungkin dia yang sendalnya dimasak.
"Wa lah.. Nggonku segone geseng.." salah satu peserta mengeluh nasinya gosong.
Aneh-aneh saja rupanya orang kemah itu. Capek juga tapi. Ya, ada suka ada duka gitu lah.
Dari kejauhan terdengar suara dari loud speaker.
"Kepada Adik Sugiono, kelas sepuluh lima.. Harap menuju sumber suara.. Ditunggu orang tuanya disekretariat! Terima kasih.." seorang panitia menyiarkan.
Dan rupanya, anggota sangga V yang sedang menikmati makan malam didalam tenda dan mendengar siaran tersebut serta yang tadi siang membahas anak mami langsung kompakan teriak ke arah Giono,"Anak Mami! Anak Mami! Anak Mami!!!!"
Hahaha..
Yang membuat usulan tentang anak mami malah jadi Anak Mami. Giono.
***
Malam itu api unggun pertama, hawa dingin pegunungan dihangatkan oleh nyala api unggun dan hiburan seni musik dari peserta yang tampil di depan. Malamnya sedang cerah, seandainya tak ada cahaya api unggun. Pastilah banyak bintang yang terlihat diangkasa.
Dan malam itu dilewati dengan tenang, tidur dengan tenang karena besoknya akan ada kegiatan mencari jejak.
***
Gawat! Giliran mau acara mencari jejak. Ketua Sangga V malah sakit. Jadilah Zen menggantikan Davit jadi ketua, lalu Gian diangkat jadi wakil. Kemudian Davit istirahat di tenda bersama Dedi yang bertugas jadi tukang masak.
Tak usah diceritakan bagaimana kegiatan mencari jejaknya, karena biasa saja dan kalian pernah mengalaminya.
Akhirnya sangga V berhasil menamatkan perjalanan mencari jejak dan segera beristirahat untuk makan siang. Dedi sudah memasak nasi dan telur dadar. Sekarang Dedi-nya malah nggak ada. Usut punya usut, ternyata Dedi sedang ikut lomba adzan.
Semua yang didalam tenda berebut lauk, saking laparnya mungkin. Dedi tiba-tiba muncul. Ambil nasi, lalu bingung karena lauknya sudah habis dan tempat lauknya kosong. Dedi kontan marah-marah.
''Asuok, Kete'ok, Celengok!! Lawuhe dintekke! Kene payah-payah masak! Ora ngerti diturahi! Sopo kye sing ngentekke!!??" kata Dedi sambil membanting tempat lauk yang terbuat dari plastik ke tumpukan tas ransel. Artinya (anjing, monyet, babi, siapa yang ngabisin lauknya?!!)
Sebagian ada yang diam, ada yang ketawa. Akhirnya Ucha, yang asli Jakarta, ngomong.
"Ded, ded, ded.. Tenang Ded, itu masih ada lauknya, tadi diumpetin ama si Giono," Ucha menenangkan.
Akhirnya semua tertawa, dan Dedi makan. Habis makan, Dedi cerita kalau tadi pagi pas pada mandi disungai, dia berak disungai bagian atas. Sedangkan yang pada mandi ada dialiran bawah. Karena merasa nggak enak, Dedi memegang tahi yang keluar, terus ditaruh diatas batu biar nggak kebawa arus dan mengenai yang pada mandi dibawah. Hahaha.
'' Njelehi koe Ded! Asuko!" kata Rizqi,"maune sisan diwadahi plastik li gowo muleh, tekan ngumah wadul karo ma'amu, maaak! Kye aku oleh tai!!! Hahaha''
artinya (menjijikan, anjing. Tadinya sekalian masukin ke plastik, terus bawa pulang, kasih ke emak kamu,, maaaak!! Aku dapat tai ini..)
Itulah cerita awal dari Memoirs of Jebolan 2008. Kejadiannya memang waktu baru awal masuk SMA dan belum menerima pelajaran. Untuk berikutnya mungkin ada yang cuma kalimat pendek. Nantikan kelanjutannya, dan baca terus ya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar