Kamis, 31 Maret 2016

(sambungan dari DIA TETANGGAKU) SEMAKIN MENDEKAT

Malam berikutnya. Setelah sholat maghrib dan berbuka puasa. Ada yang menelepon, nomor baru, tapi pas aku angkat langsung dimatikan. Ternyata cuma missedcall. Dasar fakir miskol. Tapi karena penasaran, aku kirim pesan ke nomor tadi.

"Maaf, ini siapa?" begitu tulisku.

"Ini aku.." jawabnya.

"Kalau kata Risma, yang model SMS-nya dikasih titik-titik itu Zen, bener nggak?" aku menebak.

"Emang Risma bilang begitu?"

"Iya, katanya begini, pokoknya kalau ada SMS masuk ke nomermu dan dibelakang ada titik-titiknya, itu berarti Zen,"

"Kapan?"

"Dulu, waktu kamu bilang ke Risma minta nomerku."

"Hehe.. kamu pintar.."

"Harus dong, nomer kamu baru?"

"Iya, baru beli tadi.. biar operatornya sama dengan punyamu.."

"Biar irit ya? Hehe.."

"Boleh aku menelepon?"

"Eh, jangan sekarang ya, sebentar lagi Isya', tanggung," kataku.

"Baiklah.."

Dari sini aku mulai dekat dengan Zen walaupun hanya komunikasi menggunakan handphone. Dia termasuk yang beruntung bisa dapat nomorku karena tidak sembarang orang bisa punya nomorku. Aku tidak mau ada orang iseng atau pengganggu yang bisa punya nomorku. Biar orang berkata aku sombong, yang penting aku merasa tidak sombong karena ini hanya bagian dari caraku menikmati hidup dengan tenang. Dan aku percaya kalau Zen itu orang baik. Jadi tak masalah kalau dia boleh punya nomorku.

Dia sangat perhatian. Sering mengingatkan aku makan, mengingatkan aku minum, kadang juga mengucapkan selamat tidur. Malah yang aku rasa, dia lebih perhatian dari pacarku sendiri. Tapi pernah juga dia menyuruhku untuk jangan makan.

"Hai, selamat siang.." dia SMS begitu.

"Iya, siang.." balasku.

"Kamu, jangan makan ya.."

"Hah?" aku bingung.

"Iya, pokoknya kamu jangan makan.."

"Emang kenapa?" tanyaku.

"Ini kan bulan puasa, jadi kamu jangan makan siang-siang, nanti batal puasanya.."

"Ah itu, ya ampun, kirain kenapa, hahaha, ya iyalah.."

Dia juga kalau mengucapkan selamat tidur beda dengan orang lain yang pernah mengucapkan selamat tidur padaku.
Biasanya orang lain akan mengatakan;

"Selamat tidur, semoga mimpi indah."

Kalau pacarku sendiri malah sempat-sempatnya menuliskan lirik lagu punya Superman Is Dead yang berjudul Saint of My Life, begini:

"Goodnight my little angel, goodnight my little ones, spread your wings and fly away into your dream, semoga mimpi indah"

Nah, kalau Zen cuma begini ucapannya:

"Percayalah.. Aku mengucapkan selamat tidur dari sini.. Semoga kamu dengar.."

Memang aneh dia. Mana mungkin aku dengar? Sedangkan jarak tempat aku tidur dan dia tinggal kan lumayan jauh, ada kira-kira seratus meter. Kecuali kalau dia mengucapkannya pakai pengeras suara yang ada di mushola Al Amin, aku yakin bukan cuma aku yang mendengar tapi seluruh warga Mlokolegi dengar. Tapi aku tidak berharap itu, kasihan dia nanti dimarah orang banyak.
Diam-diam aku kadang membalas pesannya itu dalam hatiku. "aku juga mengucapkan selamat tidur dari sini.."

Banyak sekali hal-hal yang dia ceritakan selama berkomunikasi denganku. Mulai dari hal-hal ringan seperti kegiatan sehari-harinya yang seru sampai tentang pengetahuan umum yang tidak aku mengerti sebelumnya. Pokoknya selalu ada saja cara dia untuk bisa ngobrol denganku, seperti tak pernah kehabisan bahan obrolan. Terus terang ini menjadikan aku senang dan ingin selalu mendengar cerita-ceritanya. Karena dia tak melulu ngomong soal cinta. Obrolannya variatif. Seperti dia adalah orang yang dikirimkan Tuhan kepadaku. Sebagai penghiburku dan perpustakaan hidupku.

Anehnya rasa itu terjadi saat kami menjalin hubungan lewat telepon saja. Iya, saat saling berpapasan dijalan, aku tak pernah berani menatap matanya secara langsung, aku hanya berani meliriknya. Dan aku seperti patung yang diam tak bisa bicara. Nervous.
Begitupun dirinya, hanya memandangku dan memberi sedikit senyum yang jelek. Tak pernah menyapa diriku. Meng-klakson pun tidak. Kemudian hari, dia menjelaskan alasannya padaku lewat SMS.

"Maaf tadi aku tidak sempat mengklaksonmu, karena pulsa klaksonku habis, ada sih bonus tapi cuma bisa dipakai buat klakson sesama Revo.."

Dalam hati aku tertawa. Dasar orang aneh, dia berkata begitu karena motorku Beat. Tapi aku jawab juga,"Iya, nggak apa-apa.."

Dan juga alasannya kenapa dia tidak pernah menyapa aku adalah karena dia malu dan tak tahu harus bilang apa. Katanya, aku ini cantik sekali dan membuat dia tak bisa berkata-kata walaupun hanya hai.

Ketika aku tanya dia,"Kenapa tidak bisa untuk bilang hai padaku? Padahal dengan yang lain kamu bisa."

Jawabnya begini,"Aku memang tidak bisa menyapamu, melihatmu seperti melihat Medusa, mahluk cantik legenda Yunani yang membuat siapapun yang melihatnya menjadi patung, begitulah aku ketika melihatmu, tak bisa apa-apa, bisaku hanya menyayangimu.."

Sebagai cewek, hatiku langsung dag dig dug ser.. walau agak lebay. Tapi saat itu posisiku sudah punya pacar. Jadi, aku tak mungkin mencintai orang lain.

***

Aku memanggilnya dengan sebutan Oom. Ada ceritanya. Malam itu dia meneleponku.

"Halo.." sapanya.

"Iya, halo," aku balas menyapa.

"Apa kabar?"

"Baik, kamu?"

"Aku juga selalu baik.. Sedang apa sekarang?"

"Biasa, lagi boboan aja dikamar."

"Ooo.. Boleh aku bertanya?"

"Apa?"

"Kok jadi kamu yang tanya? Hehe.."

"Iya, maksudnya boleh, mau tanya apa?"

"Kapan hari ulang tahunmu?"

"Buat apa?"

"Biar bisa kasih hadiah.."

"Nggak ah, nggak penting, lagian udah lewat juga."

"Udah lewat? Biar aku tebak bulannya.."

"Coba aja kalau bisa, hehe."

"Sebentar.. Namamu Devi Nurhidayanti, susah juga, nggak ada sangkutannya sama bulan kelahiranmu.."

"Wek.. bisa nggak?"

"Biar aku cari cara lain, hmm gini, kamu tinggalnya di pojok Mlokolegi, daerah itu adalah daerah yang dekat dengan sawah dan sungai, kira-kira hewan apa yang tinggalnya disawah dan disungai?"

"Kok jadi hewan sih? Nggak nyambung deh."

"Sabar dulu, tenang.. yang tinggal didaerah seperti itu ya palingan ular sawah, katak, kura-kura, sama kepiting.."

"Terus apa hubungannya sama bulan kelahiranku?"

"Hehe, penasaran ya? Biar aku jelaskan, diantara keempat hewan tersebut, yang masuk dalam jajaran zodiak atau rasi bintang hanya kepiting, sebagai lambang zodiak cancer.."

"Terus?"

"Kamu tahu kan kalau orang yang punya zodiak cancer itu orang yang lahirnya bulan Juni, bener nggak?"

"Nggak tahu, wek.."

"Kamu lahir Bulan Juni kan?"

"Ehmm.. iya, kamu bisa aja." aku tersipu.

"Tahun berapa?"

"Ih, kepo deh, hahaha."

"Boleh aku menebak lagi?"

"Terserah.."

"Ok.. aku ingat, dulu waktu aku jadi panitia pemungutan suara untuk Presiden, aku ditugaskan untuk memberikan undangan nyoblos atas nama kamu, dan itu berarti usiamu sudah tujuh belas tahun karena syarat untuk bisa mencoblos adalah warga negara indonesia yang sudah berusia minimal tujuh belas tahun bagi yang belum menikah.. Jadi kalau sekarang ditahun dua ribu empat belas ini usiamu tujuh belas tahun berarti kamu lahir pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh masehi.. Bener lagi?"

"Iyain aja deh, haha."

"Beda sembilan tahun denganku.." kata Zen.

"Apa?!" aku terkejut.

"Iya, aku sudah hampir dua puluh enam tahun.. nanti Agustus usiaku dua puluh enam.."

"Hahahaha, udah tua rupanya, kayak oom-oom.."

"Wa lah, masih muda kok.. kan belum punya anak.."

"Udah tua, kalau gitu aku manggilnya Oom aja deh, Oom Zen, hahaha.."

"Nggak apa-apa, nanti aku panggil kamu Bulek.. Bulek Hid, hehe.."

"Kok gitu?"

"Ya iyalah.. Oom kan pasangannya Bulek, wee.. Kamu mau kan jadi buleknya Obes?"

"Nggak.. nggak.. aku cocoknya jadi mbaknya Obes, aku kan masih kecil, hehe.."

"Kecil apanya?"

"Rambutnya, wek! Hahaha.."

Dari situlah aku mulai terbiasa memanggilnya Oom. Tapi akhirnya dia juga nekat memanggilku Bulek (artinya Tante dalam bahasa Indonesia). Kesel juga sih kadang kalau dipanggil gitu. Aku kan masih siswi SMA, masa dipanggil Bulek? Iya, aku beda sama anak-anak jaman sekarang yang masih pacaran manggilnya udah mami-papi, papa-mama, ayah-bunda, dan lain-lain. Aku sama pacarku aja nggak ada panggilan khusus kok. Tapi ini, kenapa dengan Zen yang bukan siapa-siapa, hanya tetanggaku, nggak pacaran. Malah punya panggilan Oom dan Bulek? Ah, biarlah, aku hanya tersenyum kalau ingat itu. Lucu juga sih..

Dia juga sempat-sempatnya bikin sendal jepit yang ada namanya Om Zen cakep dan Bulek Devi jelek. Ngeselin kan? Padahal udah jelas dia yang jelek dan aku itu cantik. Hehehe.

Terus pas aku tanya,"Kok pakai nama Devi bukan Hid?"

Jawabnya,"Biar semua orang tahu, kalau pakai nama Hid nanti yang tahu cuma aku.. Nggak asyik, Hahaha"

"Ngeselin ih, malu tahu nanti aku dikira pacaran sama Oom Zen.. bisa dimarahi ibu, ih.."

"Hahaha.."

Itulah dia. Yang suka seenaknya sendiri. Tapi dia itu baik, sering ngasih aku cokelat dan hadiah. Suka ngasih aja. Nggak ada maksud tertentu dan nggak ada acara apa-apa. Kadang dititipkan mak Kutis atau dia datang sendiri tanpa bilang dulu. Dia juga kadang membantu aku mengerjakan tugas sekolah. Hehehe.



ini gambar sendal jepitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar