Kamis, 21 April 2016

(sambungan dari I.R.A.K) AGUSTUSAN

Jumat, 8 Agustus 2014 masehi adalah hari pertama dimana aku terhitung sebagai bendahara Ikatan Remaja Kemplokolegi. Tugas pertamaku sebagai bendahara hanya mencatat keuangan organisasi. Tentunya berkolaborasi dengan Risma.

Aku ingat, waktu itu lomba sudah mepet, dan peralatan baru sebagian yang terbeli. Akhirnya aku dititipi untuk membeli pensil untuk lomba, balon, dan juga buku tabungan yang nantinya untuk mencatat tabungan pemuda sebagai uang kas. Pulang sekolah aku sempatkan mampir ke toko Lestari. Yang letaknya didekat SMA N 1 Sragi dan juga dekat rumah tempat aku tinggal dulu. Aku beli semua yang ada dicatatanku, tapi balon hanya sedikit, cuma sampel saja. Takut kalau nanti salah beli.

"Sudah pulang sekolah, bulek?" Zen SMS.

"Baru aja," balasku.

"Capek?"

"Iya"

"Istirahatlah.."

"Iya, om.. makasih.."

Aku tiduran dikamar. Mendengarkan musik. Lagu yang enak didengar saja, biar otak tidak tegang. Ternyata ada lagu Unintended juga di playlist tersebut. Ah, jadi ingat Zen. Padahal aku tidak sedang ingin mengingatnya. Sampai aku tertidur.

***

Begitu bangun, sudah jam lima sore. Aku menguap dan merentangkan tangan. Ah, nikmat sekali rasanya. Tidur siang memang lebih terasa nikmat daripada tidur malam karena saat tidur siang, begitu bangun aku tidak usah berfikir untuk pergi ke sekolah. Pikiran bebas tanpa beban. Sedangkan tidur malam, begitu bangun harus langsung siap menghadapi rutinitas sebagai pelajar. Lalu aku lihat hapeku, ada SMS.

"Nanti aku kerumahmu, ambil buku tabungan dan peralatan lomba.."

"Iya, tapi jangan sendiri ya, sama Risma."

"Ok, nanti aku bilang ke Risma.."

"Aku mau mandi dulu, om.."

"Baiklah.."

Tak usah aku ceritakan bagaimana aku mandi. Nanti kalian membayangkan diriku. Jangan. Lebih baik aku ceritakan kejadian selanjutnya.

Dari habis maghrib tadi, gerimis terus menerus. Mlokolegi malamnya dingin. Membuat aku ingin mendekam didalam kamar saja. Gerimisnya berisik. Tiba-tiba ada suara orang mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum!.." suara cewek, sepertinya Risma.

"Wa'alaikumsalam.." jawabku sambil berjalan keluar dari kamar. Lalu membuka pintu depan.

"Eh, Mol.." itu aku menyapa Risma yang biasa aku panggil Rismol.

"Iki Pol, aku dijak mas Zen mrene, jare pak njukuk alat-alat lomba karo buku tabungan," kata Risma dengan bahasa Jawa yang artinya (ini Pol, aku diajak mas Zen kesini, katanya mau ambil alat-alat lomba sama buku tabungan)

"Iyo, mrene ra mlebu.." aku berkata, artinya (Iya, sini masuk)

"Aku juga mlebu?" Zen bertanya, artinya (Aku juga boleh masuk?).

"He-em," jawabku.

Setelah mereka berdua duduk. Aku masuk ke kamar untuk mengambilkan barang yang mereka maksud yaitu pensil, balon, dan buku tabungan. Itu aku talangi dulu, karena uang pemuda masih ditangan Risma.

"Iki titipane," aku bicara ke Risma yang posisi duduknya satu kursi denganku. Artinya (ini titipannya?)

"Piro Pol regane?" artinya (berapa harganya?)

"Buku tabungan sijine limangatus, aku tuku seket lembar, dadine selawe ewu, terus pensil yo limangatusan, aku tuku selusin, dadi nemewu, nek balone aku ize tuku serenteng tok kui, telungewu, dadine kabehan telungpuluh papat, Mol.." jelasku kepada Risma yang artinya (buku tabungan harga satuannya lima ratus, aku beli lima puluh biji, berarti semuanya dua puluh lima ribu, terus pensil juga lima ratusan, aku beli selusin, jadi enam ribu, sedangkan balonnya aku masih beli satu renceng aja, tiga ribu, jadi jumlah totalnya tiga puluh empat ribu).

"Oh, yo, iki tak ganti nganggo duit kas."
(oh iya, ini aku ganti pakai uang kas).

"Mol, koe teko mrene numpak opo?" aku bertanya pada Risma yang artinya (Mol, kamu datang kesini naik apa?).

"Numpak pit Pol, pite mas Zen," jawab Risma yang artinya (naik sepeda, sepedanya mas Zen).

"Kok biso?" aku masih asyik ngobrol dengan Risma, sedangkan Zen diam saja. Kasihan juga sebenarnya lihat dia dikacangin. Tapi memang aku grogi kalau harus ngobrol dengan dia. Malam itu adalah malam pertama kali dia datang dan masuk serta duduk dirumahku. Eh, rumah nenekku ding.

"Kui, mas Zen ki mau teko nang umahku, terus ngejak aring nggonmu, nggowo payung nopo, niat nemen," jawab Risma yang artinya (itu, mas Zen tadi datang kerumahku, terus mengajak aku ke tempatmu, bawa payung juga, niat banget).

"Aku dijak ngobrol ra.. Moso ngobrole karo Risma terus?" Zen protes karena daritadi tidak diajak ngobrol, artinya (aku diajak ngobrol dong.. Masa ngobrolnya sama Risma terus?)

"Nek sampeyan wadon, tak jak ngobrol Om.. Hahaha" kataku yang artinya (kalau kamu cewek, aku ajak ngobrol om)

"Walah.. Berarti seumpomo aku mayeng mrene dhewekan yo dinengke tok?" Zen berkata yang artinya (walah.. berarti seumpama aku main kesini sendiri, bakal didiamkan saja?)

"Iyo.." Aku dan Risma menjawab secara bersamaan.

"Waduh.." Zen berkata sambil meneplak dahinya.

"Yowis, Pol, tak bali ndisit yo," kata Risma yang artinya (yasudah Pol, aku pulang dulu ya).

"Eh, ora sedelo maneh Ris?" itu Zen yang berkata, artinya (eh, nggak sebentar lagi Ris?)

"Ora, senengen sampeyan ngko nek nang kene suwe-suwe," jawab Risma yang artinya (nggak, nanti kamu kegirangan kalo disini lama-lama)

"Oh, yowis.."

Setelah itu mereka berdiri dari duduknya. Menuju pintu keluar. Sampai di pintu tiba-tiba Zen mengulurkan tangan untuk bersalaman. Secara refleks aku menjabatnya, lama, sekitar tiga puluh detik, baru dilepaskan.

"Assalamu'alaikum.." kata Zen.

"Wa'alaikumsalam.." jawabku.

Lalu aku lihat Risma dan Zen pergi. Risma berjalan kaki membawa payung, dan Zen naik sepedanya. Malam itu Zen memakai celana pendek warna cokelat bergaris-garis dan kaos berwarna biru dengan gradasi. Yang pernah aku lihat waktu Sholat subuh di mushola Al Amin ketika bulan puasa.

Ah, aku jadi rindu bulan puasa. Rindu suasana buka puasa, suasana sholat tarawih, dan juga sholat subuh di Al Amin. Tempat aku diam-diam mengamati Zen dari balik jendela kaca.

Malamnya semakin dingin. Gerimis belum reda. Sepi melanda. Lagi-lagi aku mendengarkan musik dikamar. Seperti di FTV yang romantis.

***

Hari Minggu, tanggal 10 Agustus 2014 masehi.

Setelah tadi malam kami para pemuda organisasi I.R.A.K berkumpul dirumah ibu kadus untuk membuat dan merancang perlengkapan lomba sampai malam, paginya kami harus berkumpul lagi, tetap di rumah ibu Kadus Riyanita karena tempat itu juga bisa dipakai sebagai kantor sekretariat I.RA.K saat ada kegiatan seperti agustusan ini, kebetulan lokasinya juga berdampingan dengan lapangan bulutangkis yang biasa dijadikan tempat untuk melaksanakan acara perlombaan.

Pagi itu jadwal pertama lomba adalah Sepeda Ria, yaitu jalan-jalan konvoi menggunakan sepeda yang dihias dengan kertas krep warna-warni dan juga bendera merah-putih. Setiap peserta akan mendapat nomor undian yang nantinya diundi saat acara konvoi sudah selesai.

Jam setengah tujuh pagi aku sudah sampai di sekretariat. Bersama panitia lain. Yang cowok-cowok tampak sibuk sekali mempersiapkan semuanya. Dan juga mengatur barisan peserta agar tertib dijalan. Yang cewek mah, nangkring dimotor aja, biasa lah, nggak mau repot. Hehehe.

Yang aku ingat, hari Minggu itu hanya ada lomba Sepeda Hias, dan tidak ada yang menarik untuk diceritakan, jadi aku langsung ke cerita lomba pada hari Jumat.

***

Jumat, 15 Agustus 2014 Masehi

Aku tidak begitu ingat secara urut tentang lomba pada hari itu. Otak manusia kadang bisa menangkap banyak informasi tetapi informasi tersebut pasti ada yang tertutup dan tersembunyi dibalik informasi lain. Jadi maaf jika ada yang terlewatkan. Kegiatan dimulai sehabis sholat Jumat. Itu isinya perlombaan yang diikuti anak-anak usia sekolah dasar sampai es-em-pe. Ada lomba memasukkan pensil ke dalam botol, lomba makan kerupuk, lomba sundul air, joget balon berpasangan, dan lain-lain.

Panitia dan peserta berpanas-panasan dibawah terik matahari. Lantai lapangan juga panas. Aku pada hari itu memakai baju kaos lengan panjang warna pink, celana jins, dan berkerudung cokelat. Turun juga ke lapangan untuk mengatur perlombaan dan memasangkan perlengkapan lomba.

Aku ingat kejadian saat lomba terakhir pada hari itu yakni lomba joged berpasangan menggunakan balon. Sebelum itu aku ingin menceritakan bahwa aku adalah salah satu dari peniup balonnya. Yang aku dan Risma beli dipasar Kalijambe. Aku sempat meniup beberapa balon di ruang tamu rumah ibu kadus. Dan ada kejadian yang menggambarkan betapa aku digilai oleh seseorang bernama Jaim. Dia senang sekali ketika balon terakhir yang aku tiup tak jadi ku selesaikan dan aku letakkan diatas meja. Langsung dia ambil dan ditiupnya sambil berbicara,"Rasanya seperti berciuman denganmu Dev.."

Aku langsung keluar karena dipanggil oleh panitia lain dan disuruh bersiap-siap mengatur lomba. Meninggalkan Jaim yang masih tertawa. Disitu ada juga cowok-cowok lain termasuk Zen.

Di lomba joged berpasangan itu, panitia juga ikut berjoged ria diantara peserta sambil mengawasi. Waktu itu aku tidak ikut berjoged, aku hanya memegangi balon, dan berdiri disamping Risma yang berjoged dengan Rohma. Suasananya ramai. Lagu yang diputar adalah lagu yang sering muncul ditipi waktu itu, kalau nggak salah judulnya Buka Dikit Jos! Hahaha. Didepan, tepatnya dirumah mbak Novi, ada Bapak Edi yang mirip Cesar sedang joged ala Cesar juga. Ramai banget pokoknya. Sampai tak terasa tinggal ada dua pasang peserta yang masih bertahan. Memperebutkan juara pertama.

Ah, salah satu pasang peserta gagal. Balonnya lepas dan melayang jatuh. Gugur. Tiba-tiba seperti ada yang menarik tubuhku dan merangkul aku sambil berkata,"Awas!"
Aku tidak tahu ada apa. Setelah aku sadar ternyata sudah ada perang air warna-warni yang dibungkus plastik diatas lapangan. Aku sudah berada diteras samping rumah ibu kadus ketika itu. Dan aku lihat disampingku ada Zen yang bajunya basah kena air. Rupanya tadi dia yang menarik aku menjauh dari perang air itu dan melindungi aku biar tidak terkena air.

"Iki tradisine nek lomba, hehe.." dia berkata. Artinya (ini tradisi kalo ada perlombaan)

"Oh, aku ora ngerti Om," timpalku, yang artinya (oh, aku nggak tahu om)

Lalu dia pergi ketengah lapangan, ikut perang air, aku hanya menonton. Lalu setelah stok air yang didalam plastik habis, barulah perang usai. Kemudian dilanjut joged bersama seperti pada acara tipi YKS itu. Yang jadi komandonya tetap Bapak Edi yang mirip Cesar. Akupun ikut berjoged waktu itu. Hahaha.

Acara pada hari itu ditutup dengan masak dan makan mie instan bersama di rumah ibu kadus. Yang punya rumah sedang tidak dirumah, aku dengar suaminya sedang dirawat di Puskesmas. Kami yang cewek-cewek kebagian tugas memasak sementara yang cowok bersih-bersih lapangan. Ada aku, Risma, Rohma, Cicik, Mbak Anifah, Wahyu, Mut, Hikmah, dan Vivi. Kami memasak mie instant banyak sekali. Sehingga terpaksa numpang masak dirumah Zen juga yang kebetulan menyambung dengan rumah Mbak Nit alias Ibu Kadus. Setelah itu aku pulang. Capek rasanya.

"Terima kasih sudah berpartisipasi dalam kegiatan lomba hari ini.." itu SMS dari Zen.

"Iya, sama-sama.."

***

Sepertinya bulan Agustus tahun 2014 adalah bulan yang melelahkan bagiku. Selain sekolah, kegiatan organisasi IRAK juga harus aku jalani.

Sabtu, 16 Agustus 2014 masehi dan panas. Tadi disekolah ada acara lomba antar kelas. Aku ikut lomba estafet air. Dan hasilnya kalian nggak perlu tahu. Karena kelas kami juara. Hehe.

Dan rupanya di Daerah Istimewa Mlokolegi juga masih ada terusan lomba. Yaitu babak final lomba yang sudah dilakukan penyisihannya pada tanggal 15 Agustus kemarin. Final akan dimulai pukul dua siang.

"Bulek, sudah pulang sekolah?"

"Sudah daritadi om, ada apa?"

"Nanti kesini ya, ikut bantu lomba lagi.."

"Insya Allah, aku capek, mau tidur dulu ya.."

"Iya, tidurlah.."

Aku terbangun pada pukul tiga sore. Sholat ashar lalu mandi.

"Bulek Hid, jadi kesini nggak?" tanya Zen.

"Nanti ya Om Zen."

"Disini butuh bantuan untuk bungkusin hadiah, soalnya mau dibagi nanti malam.. Tolong ya."

"Disitu udah ada siapa aja?"

"Banyak, tapi masih pada ngatur lomba, yang bungkus hadiah cuma ada Vivi sama Ani.."

"Oh, aku datangnya nanti jam empat ya.."

"Kalo bisa sih secepatnya.." SMS dari Zen kali ini aku rasa tidak seperti biasanya.

"Iya.."

Akhirnya aku pergi ke sekretariat IRAK bersama bulek Siti dan anaknya yang kecil. Naik motorku. Bulek Siti nonton lomba, dan aku langsung masuk ke rumah sekretariat untuk segera ikut membungkus kado hadiah. Disitu ada Vivi, Ani, Hikmah, dan Zen.

Tak ada kalimat yang keluar dari mulut Zen yang aku harapkan untuk menyapaku. Dia sibuk menulisi kado hadiah itu sesuai jenis lombanya.

"Hid, tolong kui Vivi direwangi mbungkusi yo.." Zen berkata, yang artinya (Hid, tolong itu Vivi dibantu buat bungkusin kado).

"Iyo," jawabku.

"Kok nembe mrene?" tanya Zen yang artinya (kok baru kesini?)

"Kesel, bar bobok," jawabku yang artinya (capek, habis tidur)

"Oh yowis kene bae, ora usah terjun ngurusi lomba," kata Zen, artinya (oh, yaudah disini aja, nggak usah ikut urus lomba).

"He'em," aku mengangguk tanda mengiyakan.

Lalu aku ngobrol dengan Vivi.

"Koe awit mau Vi?" artinya (kamu daritadi Vi?)

"Iyo," jawabnya.

"Mau melu lomba nang sekolahan?" tanyaku, artinya (tadi ikut lomba di sekolah?). Kebetulan aku dan Vivi sekolah ditempat yang sama yaitu SMA N 1 Wiradesa.

"Iyo, melu tapi ora juara, hehe.." artinya (Iya, ikut tapi nggak dapat juara).

"Hehehe"

Tak terasa, waktu cepat berlalu. Lomba untuk anak-anak telah selesai. Hadiah pun hampir selesai dibungkus semua. Tiba-tiba Danang masuk, dan bicara pada Zen.

"Je, hadiahe ize turah pora?" kata Danang, yang artinya (Je, hadiahnya masing ada nggak?)

"Wah, entek Nang.. Wis lebokne kado kabeh, lah prye?" Zen menjawab, artinya (Wah, habis Nang.. sudah dimasukkan ke kado semua, kenapa?)

"Kui, Soni nambah ono lomba tarik tambang nggo ibu-ibu, pak kei hadiah opo yo?" kata Danang lagi yang artinya (itu, Soni nambah ada lomba tarik tambang buat ibu-ibu, mau dikasih hadiah apa ya?)

"Walah, kok mendadak temen?" timpal Zen, artinya (Walah, kok mendadak banget?)

"Nah iyo, aku be mangkliye bingung teo, duite wis ape entek, blonjokne sabun-sabun karo deterjen puo Je nggon lestari." titah Danang kepada Zen, artinya (lah iya, aku juga jadi bingung banget, duitnya sudah hampir habis, dibelikan sabun sama deterjen aja Je, di toko Lestari)

"Iyo,"jawab Zen.

"Kye duite, aku tak ngurus lomba tarik tambang kae wis ape mulai, cepet o Je," Danang berkata, artinya (ini duitnya, aku mau mengurus lomba tarik tambang itu mau mulai, cepet ya Je).

"Ok Pak Ketua!"

Danang keluar menuju lapangan. Zen berbicara padaku.

"Bulek, nggowo motor pora?" artinya (tante, bawa motor nggak?).

"Kontake nang bulek Siti," jawabku, artinya (kuncinya ada di tante Siti).

"Aku nggowo motor mas Zen," itu Wahyu yang berbicara. Artinya (aku bawa motor mas Zen).

"Yowis, njo melu aku blonjo, motormu parkire nang ndi?" kata Zen, artinya (Yaudah, ayo ikut aku belanja, motormu diparkir dimana?).

"Kui nang arep umahe mas Barudin," jawab Wahyu, artinya (Itu didepan rumahnya mas Barudin).

"Oh, njo mangkat," ajak Zen ke Wahyu, artinya (oh, ayo berangkat).

Akhirnya Zen dan Wahyu pergi belanja. Berboncengan. Aku dan Vivi masih duduk didalam rumah ibu Kadus, diantara kardus kado. Aku melihat lomba tarik tambang antar RT yang pesertanya ibu-ibu. Di RT tempat tinggalku yang ikut ada Mak Kutis, Mbah Narti, Mbah Talkiyah, Mbak Turah, dan istrinya Pak Tunas. Yang badannya besar, posisinya dibelakang, itu Mbah Narti sama Mak Kutis. Lomba itu lumayan membuatku senang, rame, lucu, dan menegangkan. Hehehe. Tapi sayang, RT ku kalah, jadi nggak dapet juara deh.

Lomba telah selesai, para penonton dan peserta mulai beranjak pergi meninggalkan arena perlombaan. Panitia sibuk membersihkan tempat lomba dan menata tempat. Mempersiapkan untuk keperluan tirakatan malam 17 Agustus nanti. Sekaligus pembagian hadiahnya juga nanti malam.

Zen dan Wahyu datang membawa belanjaan untuk hadiah, banyak, isinya macam-macam, langsung dibungkus sama panitia cewek. Untung sekarang sudah ada Risma dan Rohma, sehingga tugasku menjadi lebih ringan. Sementara panitia cewek yang lain ada yang sedang memasak mie instant di dapur. Untuk makan panitia.

Ternyata hari sudah mulai senja. Bulek Siti pun sudah pulang. Aku jadi tidak ada kendaraan untuk pulang. Aku bicara pada Risma.

"Mol, aku baline diter o?" artinya (Mol, aku pulangnya diantar ya?).

"Opo koe ora nggowo motor, Pol?" tanya Risma, artinya (emangnya kamu nggak bawa motor, Pol?)

"Digowo bulek Siti mau," jawabku, artinya (sudah dibawa tante Siti).

"Oh, tapi aku be ora nggowo motor ko, aku nggowone pite Tiwi, pit cilik, ora keno nggo boncengan.. Hehe" jelas Risma kepadaku. Artinya (oh, tapi aku juga nggak bawa motor kok, aku bawa sepedanya Tiwi, sepeda kecil, nggak bisa buat boncengan..).

"Ngko tak ter aku," kata Zen tiba-tiba sambil makan mie rebus, artinya (nanti aku antar).

Aku hanya mengangguk tak bersuara. Lalu terdengar suara adzan maghrib dari loud speaker masjid Desa Tegalsuruh. Aku, Risma, dan Rohma pun keluar untuk pulang. Panitia lain juga pada keluar, yang cowok malah pada nongkrong didepan rumahnya mbak Novi.

Aku berjalan dengan Rohma dan Risma. Posisinya Risma menaiki sepeda, aku dan Rohma ada dibelakangnya. Tiba-tiba Zen datang dari arah belakang, naik motornya, Revo hitam-merah. Berhenti disamping kami, tepat didepan gerbang mushola Al Amin.

"Njo, tak ter.." kata Zen, artinya (ayo aku antar).

"Kui Pol, cepet nompak, wis maghrib," kata Risma kepadaku, artinya (itu Pol, cepat naik, udah maghrib).

"Iyo Pol, aku karo Risma ape adus," timpal Rohma, artinya (iyo Pol, aku sama Risma mau mandi).

Akhirnya aku naik ke atas motor Zen. Dudukku menyamping, karena aku waktu itu memakai rok sekolah warna cokelat. Dibelakang, ada suara teriakan cowok-cowok yang meledek.

"Ciye ciyeee..."

"Suit suit.."

"Merdeka kiye Zen!"

Entah suara siapa saja itu. Tidak penting. Yang penting aku cepat sampai dirumah. Perasaanku was-was. Takut orang-orang sekitar dan nenekku tahu kalau aku pulang diantar Zen. Sebenarnya tidak apa-apa sih, kan cuma tetangga. Tapi mungkin aku yang terlalu berlebihan dalam menyikapi hal tersebut.

Akhirnya sampai juga. Aku turun. Zen berbelok dan berhenti sebentar. Tapi motor masih menyala dan dia masih diatas motor.

"Matur nuwun yo Om.." kataku, artinya (terima kasih ya Om..)

"Iyo," jawabnya.

Lalu dia pergi. Melaju diatas motornya. Sebentar aku memandangnya, yang memakai kemeja garis-garis biru kecil, tak dikancing, dipadu dengan kaos putih dan celana pendek robek-robek dipaha. Ah, senja itu. Aku masuk ke rumah. Dan itu adalah harinya, ketika aku pertama kali berboncengan dengan dia.

***

Malamnya sehabis maghrib. Ada SMS dari Zen.

"Nanti tolong datang ke acara tirakatan ya.."

"Insya Allah.." balasku.

"Biar aku minta Risma untuk menjemputmu nanti.."

"Iya," jawabku karena aku capek.

"Terima kasih sudah membuat ramalanku terjadi," katanya.

"Ramalan apa?" aku bingung.

"Ramalan tentang aku memboncengkan dirimu, Hid.."

"Hahaha.." tulisku, sambil mengingat-ingat.

"Sudah makan?" dia bertanya.

"Ini lagi maem.." jawabku.

"Selamat makan.."

"Iya, makasih.."

Lalu tak ada komunikasi lagi sampai waktu menjelang Isya. Aku dengar ada suara motor berhenti di depan rumah. Rumah nenekku.

"Assalamu'alaikum!.." itu suara Risma. Mungkin dia datang untuk menjemputku.

"Wa'alaikumsalaam.." jawabku dari dalam rumah sambil berjalan menuju pintu depan. Benar, itu Risma.

"Mrene mlebu ndisik Mol," kataku mempersilakan, artinya (sini masuk dulu Mol).

"Iyo, mono koe toto-toto, wis dinteni mas Zen, hehe," Risma berkata yang artinya (iya, sana dandan dulu, sudah ditunggu mas Zen, hehe).

"Hii, opo si Mol.." artinya (ih, apaan sih?)

Aku hanya ganti baju, dan memakai jilbab. Malam itu aku memakai baju warna pink dan juga kerudung pink, serta bawahan celana jins hitam model pensil. Malam ini adalah malam tirakatan atau malam untuk mendoakan arwah para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang diadakan setiap tanggal 16 Agustus malam. Lokasinya tetap dirumah Ibu Kadus. Karena beliau adalah kepala Dusun Kemplokolegi, dan juga kebetulan ada tempat yang luas untuk acara masyarakat.

Biasanya malam itu kami warga, membawa makanan atau bahan makanan ke tempat Kadus, yang nantinya makanan itu disajikan untuk orang-orang yang datang ke acara tirakatan. Ada juga nasi yang sudah disiapkan oleh Kadus. Karena ada acara makan-makannya juga. Selain acara doa tadi.

Sampai disana, sudah ramai orang. Aku dan Risma masuk lewat pintu depan. Ternyata didalam sudah ada panitia cewek lain yang sudah hadir dari Mlokolegi bagian utara. Selain itu juga banyak ibu-ibu, kebanyakan saudaranya Zen, karena memang disitu adalah tempat dimana keluarga besar simbahnya Zen berkumpul. Satu gang isinya satu keluarga besar. Tidak perlu aku menyebutkannya satu persatu. Capek.

Aku lihat Zen sedang melamun diluar. Aku SMS dia.

"Hem.." tulisku.

"Ada apa?" balasnya.

"Gi apa Om?" tanyaku.

"Ngobrol sama kelelawar.." jawabnya ngaco. Dia memang suka begitu.

"Kelelawarnya kenapa?" tanyaku mengimbangi.

"Galau, dicuekin temannya, kupu-kupu.."

"Kok bisa?"

"Iya, kupu-kupunya sibuk, jadi kelelawarnya dicuekin.."

"Yaudah, nanti kupu-kupu aku suruh ngobrol sama kelelawar.." kataku.

"Iya, emang kamu tahu siapa kupu-kupu dan siapa kelelawar?" dia bertanya.

"Enggak, hehehe.."

"Baiklah, hahaha.."

"Om, udah dulu ya.. Aku mau bantu ngeluarin minuman buat orang-orang," tulisku.

"Iya, bulek, terima kasih sudah mau membantu," balasnya.

"Sama-sama.."

Ya, tugas yang cewek malam itu adalah menghidangkan makanan, membagi hadiah lomba, dan terakhir mencuci piring dan gelas bekas dipakai acara. Tentunya aku juga terlibat dan akibatnya, pulangku jadi terlalu malam. Aku takut nanti dimarah nenekku karena pulang malam.

Waktu itu pukul sebelas malam, akhirnya aku pulang diantar oleh Risma dan Zen. Karena kalau Risma sendiri pasti takut pulangnya. Rumahku ada dipojok selatan Daerah Istimewa Mlokolegi dimana kalau kesana harus melewati kebun-kebun kosong yang banyak ditumbuhi pohon. Kalau malam jadinya menyeramkan. Sebaiknya tidak usah aku ceritakan. Karena aku sudah sampai dirumah, dan dibukakan pintu oleh Mbah Waisah. Diam tanpa bicara. Hanya mengucapkan terima kasih pada Zen dan Risma karena telah mengantar aku pulang.

Aku masuk kamar, dan tidak langsung tidur. Melepas kerudung dan mengganti baju dan celana. Jangan dibayangkan saat aku membuka baju dan celana. Setelah itu aku ke kamar mandi, pipis, cuci kaki, dan masuk ke kamar lagi. Merebahkan diri. Menarik nafas dalam-dalam dan kemudian mengucapkan.

"Selamat tidur juga, untukmu.." seperti aku mendengar ucapan selamat tidurnya kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar