Selasa, 12 April 2016

KOTAK KADO BIRU

Malamnya sedang bagus. Disebuah kafe yang sepi, terlihat tiga orang sedang duduk melingkar. Mereka adalah Dea, Ayu, dan Agus. Ada disana untuk merayakan ulang tahun ke-20 Dea secara sederhana. Diatas meja sudah ada kue tart ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 dan pisau pemotongnya. Didepan Dea ada segelas lemon tea, sama dengan yang didepan Ayu, lalu didepan Agus ada secangkir kopi dan sepiring roti bakar cokelat hangat yang baru dipesannya. Satu kursi lagi masih kosong karena Daru belum datang.

(Ayu dan Agus adalah pasangan pacar, begitu juga Daru dan Dea)

Ayu : De, Daru kok belum dateng sih? (sambil minum lemon tea)

Dea : nggak tahu, daritadi aku SMS belum dibales. (sambil memeriksa handphone)

Agus : mungkin lagi dijalan, bentar lagi juga nyampe.. tenang aja (melipat tangan didepan dada)

Ayu : tapi kita disini itu udah hampir satu jam, ini lemon tea gue udah mau habis (menunjukkan gelas berisi lemon tea)

Agus : Hahaha

Dea : Iya nih, gue khawatir kalau terjadi apa-apa sama Daru. (memainkan sedotan digelas minumannya)

Agus : ditunggu aja sebentar lagi, terus kita mulai acara tiup lilin dan potong kuenya.. sambil menunggu, mari kita santap dulu roti bakar ini kawan (makan roti bakar dengan gaya aneh)

Ayu : Lu bercanda melulu Gus (melototin Agus)

Dea : Coba gue telepon aja ya (memencet tombol handphone)

Ayu : Iya De, telepon aja.

Bunyi nada dering dihandphone Daru. Disuatu tempat yang jaraknya agak jauh dari kafe tadi. Daru sedang berjalan kaki.

Daru : Halo.. (mengangkat telepon)

Dea : Halo sayang, kamu udah sampai mana? Tadi aku SMS kok nggak dibales?

Daru : Ini udah deket kok, paling lima belas menit lagi nyampe.. Maaf, nggak punya pulsa, hehe (nafas Daru agak ngos-ngosan)

Dea : Suara kamu kok kayak orang kecapekan gitu? Kamu jalan kaki ya?

Daru : Iya, temen kos pada pergi semua, jadi nggak bisa pinjam motor.. Aduh, gerimis nih, teleponnya udah dulu ya sayang, aku mau lanjut jalan.. See you (Daru berjalan cepat)

Dea : Iya sayang, hati-hati, aku tunggu.. (menutup telepon)

Tiba-tiba hujan mengguyur daerah disekitar kafe tersebut. Hujannya deras.

Ayu : Gimana De, si Daru udah sampai mana?

Dea : Udah deket katanya, jalan kaki

Ayu : Hah? Jalan kaki? Ya ampun.. Kan jarak dari kosan dia kesini lumayan jauh..

Dea : Iya, katanya nggak ada yang bisa dipinjam motornya, temen-temen kos-nya pada pergi juga..

Ayu : Gimana kalau nyuruh Agus buat jemput dia? (melirik ke Agus)

Agus : Tapi, sekarang lagi hujan sayang, aku nggak bawa jas hujan

Ayu : huuh

Dea : Udah nggak apa-apa, nggak usah dijemput, bentar lagi juga nyampe.. Kita tunggu aja..

Dilain tempat. Hujannya semakin deras. Ditambah angin dan petir serta geledek. Rintik-rintik air hujan bagaikan jarum yang menari-nari diatas bumi. Bunyinya berisik.

Daru berlari menembus hujan. Berbelok masuk ke gubuk tukang tambal ban yang sudah tutup. Lalu duduk dibangku yang terbuat dari kayu. Meletakkan kado yang berwarna biru disebelahnya.

Daru : sial! Pakai acara hujan segala, jadi basah semua pakaianku, dingin pula.. (mengusap-usap rambut agar airnya sedikit hilang)

Lalu berdiri menuju pinggiran gubuk. Bersedekap. Kepalanya mendongak dan memperhatikan hujan yang turun dibawah cahaya lampu merkuri diseberang jalan. Kemudian berjalan menuju bangku kayu tadi sambil menggosok-gosok tangannya dan sesekali meniupnya. Daru kedinginan dan kecapean.

Dia duduk kembali dibangku kayu itu. Terbatuk. Nafasnya tersengal. Badannya gemetar kedinginan. Tangan kirinya meraih kado berwarna biru itu. Sedangkan tangan kanannya dia tiup untuk sedikit menghangatkannya.

Daru : ah, dingin sekali.. Hujannya belum reda.. Tapi aku harus ke tempat Dea.. Kado ini harus aku berikan ke Dea

Petir menyambar, dan suara geledeknya menggelegar.

Dea : aaaahhh! (ekspresi kaget mendengar bunyi geledek)

Ayu : Kenapa De?

Dea : nggak apa-apa, cuma kaget aja.. Semoga nggak terjadi apa-apa sama Daru..

Ayu : Iya De.

Agus : Iya, sebentar lagi pasti datang (menyeruput kopi)

Daru akhirnya nekat berlari lagi menembus hujan. Dalam dinginnya hujan dia berlari. Tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Menunduk. Memegang dadanya. Menjatuhkan kado berwarna biru yang dibawanya. Nafasnya tersengal-sengal. Asma Daru kambuh karena kedinginan dan kecapean. Dia berusaha mencari obat asmanya. Ternyata tak dibawa.

Dada Daru semakin sesak. Daru berlutut dijalanan yang tergenang air. Nafasnya sudah hampir habis. Sudah tak dapat berbicara. Daru tersungkur dijalanan. Dihujani ribuan jarum-jarum hujan yang menari diatas tubuhnya yang kini telah tak bernyawa.

Kado berwarna biru itu tergeletak disampingnya. Menemani jasad Daru. Dalam derasnya hujan. Malamnya menjadi berduka.

Jogjakarta, 13 April 2016 Masehi dan malamnya dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar