Minggu, 31 Mei 2020

DI STASIUN KERETA ITU

    Di Stasiun Kereta itu

Anak ku berlari sambil memegangi es krim yang baru saja ku belikan untuknya di sebuah gerai retail di dalam area Stasiun Balapan, Solo. Aku berjalan agak cepat dibelakangnya dengan maksud agar tidak terlalu jauh dengannya di keramaian. Anak ku berusia lima tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan aku sendiri adalah seorang ibu rumah tangga separuh baya dan fokus mengurus anak. Aku dan anak ku berada di stasiun malam ini karena harus menjemput suamiku yang sedang dalam perjalanan pulang dari Jogja naik kereta Prameks terakhir. Aku ajak anak ku karena dirumah tidak ada siapa-siapa. Aku tidak berani kalau harus meninggalkannya sendirian di rumah.

"Bruk!!" disusul suara tangisan anak ku yang ternyata itu akibat dari dia sukses menabrak seorang lelaki yang sedang berjalan dilorong stasiun kereta itu. Es krim nya jatuh ke lantai. Ada juga yang menempel di celana lelaki tersebut dan juga di baju anak ku. Aku berlari ke arahnya dan langsung menggendongnya. Kemudian aku bawa anak ku duduk di bangku panjang yang tersedia di lorong stasiun. Mengambil tisu basah dari dalam tas dan membersihkan noda es krim yang ada di baju anak ku. Lelaki itu juga menyusul duduk di bangku panjang yang sama denganku. Dia berusaha membersihkan es krim yang menempel di celananya dengan tangan kosong.

"Ini mas, pakai tisu basah.." tawarku kepadanya setelah selesai membersihkan anak ku.

"Oh, iya mbak.." dia berkata sambil mencabut selembar tisu basah yang aku tawarkan.

"Maaf ya, mas.. gara-gara anak saya celana mas jadi kotor," ujarku meminta maaf.

"Ah, nggak apa-apa mbak, masih bisa dibersihkan kok.." katanya sambil tersenyum.

"Adek.. lain kali kalau lari-larian ditempat yang ramai, lihat ke depan ya.. biar nggak nabrak.." aku berkata pada anak ku.

"Iya, Ma.." jawabnya dengan wajah yang masih sedikit mewek.

"Udah, jangan nangis lagi.. nanti Mama belikan es krim lagi.. oke sayang?" itu aku masih berkata pada anak ku. Dia cuma mengangguk, tanda setuju.

"Emmm, ini Mbak, tisu nya, terima kasih.." kata lelaki itu.

"Oh, iya Mas, taruh situ aja.." jawabku.

"Ngomong-ngomong, Mbak ini tujuannya kemana?" dia bertanya padaku.

"Eh, nggak kemana-mana, saya cuma mau jemput suami saya.. sedang dalam perjalanan dari Jogja.." jelasku.

"Ooh gitu.."

"Iya, Mas.. kalau Mas sendiri, mau kemana?" tanyaku padanya.

"Aku mau ke Pekalongan, Mbak.. tapi naik kereta yang jadwalnya besok pagi jam lima subuh," jawabnya.

"Lho.. kok jam segini sudah datang ke stasiun?" tanyaku penasaran. Anak ku sudah mulai bermain-main lagi di area lorong.

"Hehe.. jadi gini, tadi itu aku dari Jogja, jam tujuh kurang dua puluh menit sudah sampai sini.. terus aku cari makan dulu di luar stasiun.. baru kesini lagi.. rencananya mau numpang tidur di stasiun, hehe.." jelasnya panjang lebar.

"Memangnya nggak ada kereta yang dari Jogja langsung ke Pekalongan?" tanyaku lagi.

"Ada sih.. Joglosemarkerto, tapi kalau dari Jogja langsung ke Pekalongan itu lebih mahal dan perjalanannya lebih lama.. enakan dari Solo, lebih murah dan lebih cepat.." dia menjelaskan lagi.

"Oh gitu.. kok nggak tidur di penginapan aja, Mas?"

"Biar irit aja.. hehe, di stasiun kan gratis.."

"Oh iya, bener.. bener.. hahaha," aku membenarkan alasannya.

"Anaknya umur berapa, Mbak?" dia bertanya berusaha mengganti topik pembicaraan.

"Lima tahun, Mas," jawabku singkat. "Oh iya, tadi Mas mau ke mana, Pekalongan ya?" aku lanjutkan dengan bertanya padanya.

"Iya, Mbak.. kenapa Mbak?" 

"Oh itu.. saya dulu waktu es-em-pe juga pernah sekolah di Pekalongan lho.." ujarku.

"Iya, kah?"

"Iya.. di es-em-pe negeri satu Sragi, tapi cuma setahun sih, pas kelas dua aja.. kelas tiga nya aku pindah ke Sragen lagi.." ceritaku.

"Oo.. aslinya Sragen?" dia bertanya sambil manggut-manggut.

"Iya, Mas.. dulu sekolah di Sragi itu karena ikut Bapak.. kebetulan Bapak ku dulu itu staff di Pabrik Gula Sragi, kami menempati rumah dinas yang disediakan oleh perusahaan.." jelasku panjang lebar.

Anak ku mendekat padaku dan minta dipangku. Sepertinya dia mulai lelah dan ngantuk. Aku memangkunya sambil menina-bobokannya sembari sesekali melihat henpon untuk memeriksa apakah ada pesan dari suamiku. Kulihat lelaki yang disampingku itu sedang minum air mineral dari botolnya. Lalu dia memandang ke arahku dan tersenyum. Aku pun membalas senyumnya sekedar saja. Sementara anak ku sudah mulai memejamkan mata dan tertidur. Aku pun segera memindahkannya dari pangkuanku ke bangku panjang yang masih kosong disebelahku. Jaketnya aku jadikan bantal untuk membuatnya kepalanya merasa nyaman. Karena bangku panjang itu terbuat dari besi yang berlubang-lubang.

"Anaknya lucu ya, Mbak.. hehe," tiba-tiba dia membuka suara.

"Iya, Mas.. tapi bukan pelawak, hehe.." jawabku dengan sedikit membuat lelucon.

"Ah, Mbak bisa aja.. namanya siapa Mbak?" dia bertanya.

"Ayu.." jawabku singkat menyebut namaku.

"Ayu? masa anak cowok namanya Ayu?" dia bertanya heran.

"Oh, saya kira Mas tanya nama saya, hehe.. maaf.. maaf, hahaha.."

"Bukaaan.. tapi, nama anak Mbak itu, haha.." dia ikut tertawa.

"Anak saya ini namanya Zayn.." jawabku menyebut nama anak ku.

"Waah.. ngefans sama personel One Direction ya?.. siapa itu.. eee.. yang namanya Zayn Malik ya?" tebaknya.

"Nggak juga sih, Mas.. walaupun iya namanya mirip.. tapi sebenarnya nama itu mengingatkan saya pada seseorang yang dulu waktu es-em-pe di Sragi pernah satu sekolahan tapi beda kelas.. aku kelas dua Be, dia kelas dua A.. tetanggaan.." jelasku.

"Oo.. mantan pacar ya?" dia bertanya.

"Bukan.." aku menjawab sambil mengipasi anak ku yang masih terlelap.

"Lalu kenapa sampai memberikan nama yang mirip kepada nama anak Mbak?.. kalau bukan orang yang spesial, pasti nggak mungkin dong.. hehe," ujarnya panjang.

"Spesial.. pakai telor dua.. hahaha.." tambahku.

"Emangnya martabak?.. hahaha.."

"Ssttt.. jangan keras-keras ketawanya, nanti anak saya bangun.." sergahku.

"Siap, grak!" jawabnya sambil menaruh telapak tangan di pelipisnya seperti orang yang sedang hormat. Aku tersenyum kecil.

"Jadi.. dia itu naksir saya, tapi nggak berani mendekati saya.. kenalan secara langsung pun nggak berani.. Hahaha.." ceritaku lagi.

"Kok, Mbak bisa tahu kalau dia naksir sama Mbak?" dia bertanya penasaran.

"Itu.. saya tahu dari teman-teman sekelas saya yang juga teman dia.. jadi, kalau dia cerita tentang saya, pasti sampai ke telinga saya juga.. hehehe.." lanjutku lagi.

"Hehehe.."

"Yang saya tahu, dia setiap pagi sebelum bel masuk berbunyi, pasti selalu menunggu saya lewat di depan kelasnya.. dan saya selalu pura-pura tidak melihat dirinya yang sedang memperhatikan saya dari jendela kelasnya.. hahaha.. lucu ya.." aku masih terus bercerita.

"Iya, Mbak.. namanya cinta monyet.. kata orang tua jaman dulu.. Hehehe.." dia menimpali.

"Kata teman-teman saya juga, dia itu bikin tulisan.. eh, itu semacam buku cerita yang ditulis tangan.. ceritanya tentang saya gitu.." aku mencoba kembali mengingat masa es-em-pe.

"Hmmmm.. kreatif juga dia ya, Mbak?" 

"Iya, hahaha.. jadi, di dalam buku nya itu saya dan dia itu dituliskan sebagai sepasang kekasih remaja yang sudah es-em-a, hehe.." jelasku.

"Terus.. terus.. apa lagi, Mbak?" dia bertanya dengan antusias.

"Oh ini, saya pernah dikasih pinjam buku cerita itu dan membacanya, ada puisi yang menurut saya cukup unik, aku sampai menyalinnya di buku diary ku.. hahaha.."

"Unik gimana Mbak?" dia terus bertanya.

"Ya pokoknya unik.. lucu gitu kata-katanya.. kalimatnya.. saya sudah nggak ingat lagi, buku nya pun sudah tak tahu ada dimana.. hehe.." aku masih terus bercerita. 

"Rasanya gimana, Mbak.. ada orang yang begitu perhatian sama Mbak, dan menuliskan itu dalam sebuah cerita dan puisi, lalu Mbak tahu karena membaca tulisan-tulisan dia.."

"Rasanya aneh, geli, seneng.. campur jadi satu.. hahaha.." kataku. Tiba-tiba anak ku menggeliat dan agak sedikit membuka mata. Aku langsung bergegas untuk menenangkannya lagi.

Mungkin sepuluh menit lagi kereta yang ditumpangi suamiku sudah akan sampai di Stasiun Balapan. Aku masih mencoba menidurkan anak ku lagi. Sementara aku lihat lelaki yang daritadi ngobrol dengan aku itu beranjak dari duduknya dan berjalan pergi menuju gerai retail yang sama dengan tempat dimana aku membelikan es krim anak ku. Entah dia mau membeli apa. Aku tidak perlu tahu dan tidak mau tahu.

Beberapa menit kemudian, dia keluar dari gerai retail tersebut dengan membawa sebungkus cokelat batangan yang merk nya terkenal itu. Kemudian dia duduk lagi ditempat dia duduk semula. Sementara aku duduk sambil memperhatikannya. Dia mengeluarkan notes kecil dan sebuah pulpen dari dalam tas nya. Tampaknya dia menulis sesuatu. Tiba-tiba dia melihat ke arahku. Aku langsung memalingkan pandangan untuk pura-pura tidak memperhatikannya. 

Suara pengumuman bahwa sebentar lagi kereta Prameks tujuan akhir Stasiun Solo Balapan segera tiba terdengar melalui loud speaker-loud speaker yang terpasang dibeberapa sudut stasiun. Aku mulai bersiap-siap diri untuk menyambut suamiku. Anak ku masih tetap tertidur di bangku panjang di lorong stasiun kereta itu.

"Ayu.." kata lelaki itu sedikit berbisik.

"Iya?" jawabku.

"Selamat ulang tahun ya.. Ayu Gani Ramadhan.." katanya sambil menyodorkan sebungkus cokelat batangan dan selembar kertas yang ada tulisan tangannya.

"Haaah?" Aku melongo. Kenapa dia bisa tahu namaku dan tanggal ulang tahunku. Siapa dia sebenarnya. "Kok?.. kok, Mas bisa tahu nama lengkap saya dan tanggal ulang tahun saya?" Aku masih shock dan terkejut dan sambil bergetar tanganku menerima hadiah darinya.

"Hei.. jangan bengong dong.." ujarnya.

"Jawab dulu, kok bisa tahu nama lengkap saya dan tanggal lahir saya?" aku masih penasaran.

"Kenalkan.. aku Zaen, yang kamu ceritakan tadi.." dia berkata sambil mengulurkan tangan kepadaku. Aku pun menyambutnya.

"Beneran?.. Kamu Zaen yang pernah suka sama saya waktu es-em-pe?" aku masih belum percaya.

"Iya.. beneran.. itu aku.. dan sekarang aku sudah berani berkenalan denganmu.." ujarnya.

"Eh, hehehe.." aku jadi merasa malu dan ingin menyembunyikan muka ini ke dalam tas.

"Hari ini tanggal dua puluh sembilan April, adalah hari ulang tahunmu, semoga segalanya baik bagimu.. tetap sehat.. terus bahagia dan banyak uangnya.." katanya.

"Aamiin.. terima kasih ya untuk doa dan hadiahnya.. saya nggak nyangka bisa bertemu kamu disini.." aku berkata sambil memasukkan cokelat dan kertas itu ke dalam tas. 

"Selalu ada kejutan dalam kehidupan ini Yu.. dan mungkin itu sudah kehendak dari Tuhan.." dia berujar.

"Iya.. sekali lagi terima kasih.." kataku kepadanya. Zaen hanya diam.

"Ma.." itu suara suamiku.

"Eh, Papa.. sudah sampai rupanya.." kataku pada suamiku sambil menyalaminya dan mencium tangannya. Lalu dia mengecup keningku.

"Iya, baru aja sampai.. si Zayn tidur ya Ma?" tanya suamiku.

"Iya tuh, kecapekan main, terus tidur.." jawabku.

Suamiku langsung menggendong anak ku dan memberinya kecupan sayang. Sementara aku membereskan tempat yang tadi dipakai tidur oleh anak ku. Kulihat Zaen masih duduk ditempatnya dan memperhatikan aku. Aku tersenyum kepadanya. Dia pun membalas senyumku. Kemudian aku segera menyusul suamiku yang sudah berjalan lebih dulu. Tidak lupa aku lambaikan tangan kepada Zaen. Sebagai tanda say goodbye. Di Stasiun kereta itu.


***
Ini adalah puisi yang dituliskan Zaen pada waktu di stasiun, dan sama dengan yang pernah aku salin dari bukunya.

AGAR-AGAR MANIS

Tahukah kamu apa itu agar-agar?
Ya, itu adalah kamu..
Ayu GAni Ramadhan..
Ayu GAni Ramadhan
Yang manis..

Aku ingin kamu sehabis olahraga
Biar segar lagi..
Aku ingin melihatmu bersepeda
Biar apa? Aku tak mengerti..

Tahukah kamu siapa penemu engsel jendela?
Aku ingin berterima kasih padanya..
Karena dia aku jadi bisa memperhatikanmu setiap pagi buta..
dari balik jendela kelas yang aku buka..

Untukmu, Agar-Agar Manis
Dari aku, Jerry Zaen

(Ini sama dengan yang kamu salin ke buku diary mu).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar