Wiratno yang tampan baru pulang kerumah Minggu pagi setelah selesai membongkar dekorasi di Jogja Expo Center (JEC). Dengan wajah pucat dan tubuh yang nampak sangat capek karena dua malam dia begadang mengerjakan dekorasi untuk acara resepsi pernikahan. Tapi dia membawa pulang uang bayaran sekitar enam ratus ribu dalam dompetnya sehingga hatinya tampak senang. Sampai dirumah, dia sarapan nasi yang sudah disiapkan ibunya. Lalu dia tidur tanpa mandi dulu. Walaupun begitu ketampanannya tidak luntur. Masih seperti pemeran Sembara dalam film Mak Lampir Ngidam Lemper.
Wiratno tertidur sampai sore hari menjelang maghrib. Matanya melek, ada beleknya sedikit. Diusapnya menggunakan jari tangan. Ternyata orang tampan tidurnya juga ngiler. Dengan malas dia mengelap ilernya yang sudah mulai mengering dipipi sampai ujung bibir menggunakan sprei bermotif hello kitty makan bakwan. Sprei itu hadiah dari mantan pacarnya waktu Wiratno ulang tahun.
Dengan tubuh masih terbaring. Matanya menerawang ke langit-langit kamarnya. Nyawanya belum terkumpul. Dia melamun. Membayangkan tentang wanita cantik yang mungkin menjadi jodohnya nanti. Dia asyik melamun sampai tidak sadar bahwa adzan maghrib sudah mulai berkumandang. Padahal menurut orang-orang tua jaman dulu, kalau maghrib-maghrib melamun, yang cowok bakal ditaksir kuntilanak, kalau cewek bakal ditaksir genderuwo atau buto ijo yang bisa merubah dirinya menjadi manusia. Buto Ijo kalau sedang jatuh cinta mungkin berubah warna jadi Buto Merah Muda. Karena cinta itu buta. Sehingga Buto pun buta karena cinta. Nggak tahu mana Ijo mana Merah Muda. Terlepas dari masalah buto tadi, Wiratno masih asyik melamun dikamarnya yang di dindingnya terpajang poster penyanyi dangdut Uut Selly, Via Valen, Eny Sagita, dan Lia Capuccino. Eh, ada juga poster cewek penari jathilan yang lagi naik kuda lumping makan beling satu kilo. Kudanya keselek. Jadinya pas difoto kudanya nyengir-nyengir.
Sedang asyik melamun, tiba-tiba pintu kamarnya digedor orang dari luar. Ternyata pelaku penggedoran adalah ibunya Wiratno. Penampilannya digambarkan sebagai ibu-ibu suku Jawa tulen. Bicaranya pun menggunakan bahasa Jawa karena memang keluarga Wiratno tinggal di daerah Gunung Kidul.
"Rat! tangi le.. wis maghrib iki lho.." ibunya berkata. (Rat! bangun nak.. ini sudah maghrib..)
"Nggih Bu.. niki kulo sampun melek kok.." jawab Wiratno. (iya Bu.. ini saya sudah bangun..).
Kemudian Wirat bangun dan menuju kamar mandi. Karena dari kemarin belum mandi. Sesampainya di kamar mandi, dia mencium aroma ketiaknya sendiri. Hampir muntah. Ternyata orang tampan kalau tidak mandi pun bau ketiaknya mirip bak sampah dipasar-pasar. Wiratno mandi sambil bernyanyi-nyanyi asyik. Lagunya campur sari berjudul Tresno Waranggono.
"Wis lilakno aku kang mas, tereet tereet tereeet.." begitu bunyinya.
Selesai mandi, Wiratno berpakaian. Kaos bergambar Andong Jogja menjadi pilihannya. Dipadukan dengan celana jins tiga perempat biru. Bersiul-siul lagu dangdutnya Rhoma Irama. Kemudian duduk diteras rumah sambil menyulut rokok. Menikmati asap yang berkebul-kebul. Seperti dia telah menemukan surga. Tidak lama kemudian, datang temannya yang bernama Kentung. Mengajak nonton jathilan di daerah Kalasan.
"Rat, nonton jathilan yuk.." ajak Kentung.
"Dimana Tung?" tanya Wirat.
"Di Kalasan, yang main Jathilan Paling Asyik.." jawab Kentung.
"Oke, saya ambil jaket dulu.." kata Wirat.
"Kita boncengan apa naik motor sendiri-sendiri Rat?" Kentung bertanya.
"Sendiri-sendiri aja ya, siapa tahu disana nemu cewek, jadi bisa diajak jalan-jalan sekalian, hehe.." jawab Wiratno.
"Oke deh, sip!"
"Eh, ntar dulu Tung.." Wiratno berkata.
"Apaan lagi Rat?"
"Anu, parkirnya bayar apa gratis?"
"Yaelah, kirain apaan.. Udah nggak usah mikir parkirnya, yang penting nonton jathilannya," jawab Kentung.
"Yaudah, ayo jalan," kata Wiratno sambil menstarter motornya.
***
Ngeeeeng.. Cegluk! Begitu bunyi motor Wiratno yang berhenti di parkiran penitipan sepeda motor.
"Sini mas, motornya jangan dikunci stang ya.." kata tukang titipan motor.
"Iya mas," Wiratno membalas.
"Ini nomernya, bayar langsung ya.." tukang titipan berkata lagi.
"Berapa?" tanya Wiratno.
"Tiga ribu.." jawab tukang titipan.
"Lima ribu dua motor ya mas, sekalian sama teman saya ini, adanya cuma lima ribu ini dikantong, hehe," kata Wiratno sambil mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari kantongnya.
"Iya, mas, kita penonton setia Jathilan Paling Asyik lho, dimanapun pentasnya, kami selalu nonton.." timpal Kentung.
"Hmmm, yasudah nggak apa-apa sini.." kata tukang titipan.
"Makasih mas bro!" kata Kentung.
Lalu mereka berdua melangkahkan kaki menuju lokasi pertunjukan jathilan. Ternyata sudah mulai dari tadi. Penontonnya juga tampak ramai sekali memadati pinggiran arena. Persis laler ngerubung makanan lezat. Wiratno dan Kentung langsung mendesak ke dalam kerumunan itu. Kentung asyik menikmati pertunjukkan jathilan itu. Sedangkan Wiratno sebenarnya hanya mau mencari kenalan cewek saja dikeramaian tersebut.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Wiratno yang wajahnya tampan tersebut tiba-tiba pundaknya dijawil seorang cewek manis yang daritadi berdiri disampingnya. Dia menyapa.
"Mas.." kata cewek itu.
"Eh, iya, ada apa mbak?" tanya Wiratno kaget.
"Ada aku disini mas, kok dicuekin aja.." cewek itu menggoda Wiratno.
"Ah, mbak bisa aja.." Wiratno tersipu.
"Perkenalkan mas, nama saya Kanti.. mas namanya siapa?" tanya cewek yang bernama Kanti itu.
"Eh, anu, saya Wiratno mbak, panggil saja Wirat, atau Sudawirat, hehe.." jawab Wiratno sambil cengengesan persis beruk mau kawin.
"Oh, Sudawirat to.. kok mirip nama pendekar yang di film Mak Lampir Ngidam Lemper mas.."
"Hehe, Mbak suka nonton jathilan juga ya?" tanya Wiratno.
"Nggak juga mas, baru kali ini nonton jathilan.." kata Kanti.
"Oo.. Mbak Kanti rumahnya dekat sini?" Wiratno bertanya lagi.
"Bukan mas, saya orang daerah Berbah.. tadi kesini main dirumah teman, tapi dia sekarang berangkat kerja shift malam, jadi saya pulangnya nggak ada yang antar.. Mas Wirat orang mana?" kata Kanti panjang lebar.
"Oh begitu ceritanya.. saya orang daerah Piyungan mbak," Wiratno menanggapi.
"Iya mas," balas Kanti lirih.
"Kok nggak minta dijemput pacarnya?" Tanya Wiratno memancing untuk mengetahui dia sudah punya pacar atau belum.
"Saya belum punya pacar mas, alias jomblo.." jawab Kanti.
"Oh, jomblo.." dalam hati berkata YES! YES! YES!
"He-eh mas, kamu kesini sama teman atau sendiri?" tanya Kanti.
"Tadi sama teman, tapi naik motor sendiri-sendiri.." jawab Wiratno.
"Wah kebetulan dong.. nanti aku pulangnya ikut ya mas," pinta Kanti.
"Oh iya, bisa.. bisa," jawab Wiratno dengan hati berbunga-bunga.
"Pulang sekarang saja yuk mas, takut kemalaman, nanti ada begal.."
"Oh iya, ayo.."
"Rat, kamu mau kemana?" tanya Kentung yang kaget karena tiba-tiba Wiratno ngeloyor pergi.
"Mau pulang Tung, kamu ikut nggak?" jawab Wiratno.
"Jathilannya belum selesai, tanggung, yasudah kamu pulang dulu aja.. nanti aku nyusul," kata Kentung.
***
Beberapa kilometer dari tempat berlangsungnya pertunjukan jathilan tadi, Wiratno sedang asyik ngobrol berdua dengan Kanti diatas motor yang melaju pelan.
"Mas Wirat kerja dimana?" tanya Kanti.
"Anu.." Wiratno belum selesai ngomong, tapi segera dipotong Kanti.
"Masa kerjanya di anu mas? Hehe"
"Bukan, saya belum selesai ngomong.. saya kerja di Ganteng Unyu," sambung Wirat.
"Ganteng Unyu?" tanya Kanti heran.
"Iya, betul.."
"Tempat apa itu mas?" tanya Kanti lagi.
"Dekorasi nikahan.." jawab Wiratno.
"Namanya kok lucu mas, Ganteng Unyu, hehe.."
"Iya, soalnya yang kerja mas-mas ganteng seperti saya dan mbak-mbak unyu-unyu seperti kamu, hah!" Wiratno mulai menggombal.
"Ah, mas Wirat bisa aja.."
"Nti, kamu orang daerah Berbah, kenal Pak Kus nggak?" tanya Wiratno.
"Pak Kus yang supir itu mas?"
"Iya bener, kamu kenal?"
"Nggak begitu kenal mas, cuma ngerti aja.." jawab Kanti.
"Oo.. dia itu sering juga disuruh angkut barang-barang dekorasi Ganteng Unyu," jelas Wiratno.
"Oh gitu ya.."
"Rumah kamu sebelah mananya rumah Pak Kus?" Wiratno bertanya.
"Jauh mas.."
Tak terasa malam semakin dingin. Wiratno pun merasakan dinginnya malam itu. Padahal dia sudah memakai jaket yang cukup tebal dan baunya cukup apek. Didepan sebuah rumah yang sederhana tiba-tiba Kanti menepuk pundak Wiratno.
"Mas, sudah sampai mas.. rumah saya disini," kata Kanti.
"Eh, oh, iya Nti.."
"Terima kasih ya mas Wirat.. mampir dulu mas," ajak Kanti.
"Nggak usah Nti, udah malam, mau langsung pulang saja.."
"Yasudah, hati-hati ya mas.."
"Iya.."
Dalam hati Wiratno berbunga-bunga. Sepertinya dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Langsung ingin memilikinya.
"Ah, betapa senang rasa hati.." Wiratno menyanyikan sepenggal lagu dangdut lawas.
Sambil menstarter motornya. Kemudian dia memasukkan gigi satu. Sejenak kemudian dia panik karena motornya sudah di gas tapi tak beranjak maju sedikitpun. Wiratno bingung. Tiba-tiba suasana disekelilingnya yang tadi ada rumah-rumah mendadak jadi gelap dan terdengar suara gemericik air.
Wiratno merasakan kakinya basah dan dingin. Lalu dia mengecek keadaan sekitarnya dengan menyalakan korek api gas nya.
"Astaghfirullahaladziim! Kok saya ada di pinggiran sungai? Sungai mana ini? Perasaan tadi saya ada dikampung daerah Berbah.." kata Wiratno kepada diri sendiri.
Kemudian didengarnya ada suara motor lewat. Wiratno pun berteriak minta tolong kepada motor yang lewat tersebut.
"Tolong!.. Tolong!.." teriak Wiratno.
"Seperti suaranya Wirat.." ternyata orang yang lewat itu Kentung, dan mengenali suara Wiratno yang minta tolong. "Rat!? Rat!?"
"Tung tolong Tung!" teriak Wiratno yang juga mengenali suara Kentung.
"Ngapain malam-malam disitu Rat?" tanya Kentung penasaran.
"Udah nggak usah banyak tanya dulu, sekarang bantu saya dorong motor biar bisa dibawa ke jalan."
"Oke oke Rat!"
Akhirnya motor Wiratno berhasil dibawa ke jalan dan bisa dinaiki lagi. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan pulang. Ngebut. Biar cepat sampai.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika mereka berdua sampai dirumah Wiratno. Mereka kemudian duduk dikursi yang ada diteras. Wiratno menyalakan korek api gas dan menyulut rokok yang ada dimulutnya. Kentung juga ikut-ikutan.
"Kamu tadi ngapain dipinggiran kali Jembatan Gemblung?" tanya Kentung.
"Nggak tahu, tiba-tiba saya ada disitu.." jawab Wiratno.
"Kamu itu tadi kelihatan aneh, lagi asyik nonton jathilan tiba-tiba ngajak pulang, saya juga tadinya nggak mau pulang, tapi melihat kamu yang seperti ngomong sendirian, saya jadi khawatir ada apa-apa sama kamu, terus saya ikuti kamu dari jauh.." jelas Kentung.
"Saya itu tadi ngobrol sama cewek cantik, terus dia minta diantar pulang.." Wiratno juga menjelaskan.
"Tapi yang saya lihat, kamu ini naik motor sendirian.."
"Weladalah.. jadi cewek cantik tadi itu hantu jembatan gemblung?" Wiratno kaget.
"Pasti! Saya tadi ngikuti kamu itu sebenarnya juga takut, udah jalanannya sepi, kanan-kiri jalan ada kuburan luas, terkenal angker pula.. tapi berhubung kamu itu teman saya, apa boleh buat? Saya beranikan diri.." jelas Kentung.
"Terimakasih ya Tung, udah nolong saya.." kata Wiratno.
"Iya, makanya jangan keseringan melamun maghrib-maghrib, jadi ditaksir kuntilanak deh.. Haha," kata Kentung mencairkan suasana.
"Cewek itu tadi namanya Kanti, wajahnya juga agak bule gitu Tung.."
"Hemm, gaul juga hantunya menyamarkan huruf "U" jadi "A" biar kamu nggak tahu namanya Kunti, hahaha.."
"Mungkin sering nonton film barat, yang huruf "U" bisa dibaca "A" hahaha," Wiratno tertawa.
Wiratno yang tampan itu pun kemudian masuk ke dalam rumah setelah Kentung pamitan pulang. Di dalam kamar, Wiratno belum bisa memejamkan mata. Masih memikirkan nasibnya yang kurang beruntung dalam hal percintaan. Selalu berbanding terbalik dengan wajahnya yang tampan, yang seharusnya dengan mudah menaklukkan cewek-cewek dimanapun. Ada yang naksir, ternyata hantu. Kan repot. Tapi mungkin memang dalam kehidupan sekarang ini, tampan saja tidak cukup. Harus punya sesuatu yang lain, yang bisa membuat cewek-cewek nyaman berada didekat para cowok.
Akhirnya setelah beberapa jenak, Wiratno tertidur. Ngorok dengan irama musik jazz campur dangdut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar