Aku sudah membaca buku yang ditulis Kaje, tentang kisah Hid yang bercerita tentang aku. Aku pun sudah bertemu langsung dengan Kaje di Jogja. Saat itu aku bertemu dengan Kaje untuk membahas tentang balasan cerita dari Hid, yang diceritakan melalui sudut pandangku. Oh iya, sampai sekarang aku tidak berani menemui ataupun menghubungi Hid sejak akhir lebaran tahun dua ribu lima belas. Karena aku tidak mau mengganggu hubungannya dengan pacarnya serta kuliahnya di Akademi Kebidanan. Biar dia tenang dan senang. Demi itu, aku pun meninggalkan Pekalongan menuju Jogja. Karena aku pernah membaca sebuah tulisan, "Jika kamu patah hati dan butuh ketenangan, datanglah ke Jogja."
Sebelum bercerita tentang Hid, aku akan memperkenalkan diriku dulu. Aku Zen. Tidak usah dengan nama lengkap biar kalian gampang menyebutnya. Aku bukan Zen Malik yang pernah gabung dengan boyband One Direction. Aku tumbuh dalam keluarga sederhana yang berisikan enam anggota keluarga, ada Ayah, Ibu, Kakak Laki-laki, Kakak Perempuan, Aku, dan Adik Laki-laki. Aku lahir di Daerah Istimewa Mlokolegi, di lingkungan pemukiman keluarga Mbah Darnyo, kakekku. Dimana disitu berkumpul rumah induk dan anak-anaknya. Dulu rumah induk, yaitu tempat yang ditinggali almarhum Mbah Darnyo dan almarhumah Mbah Suryi serta anak bungsunya yang aku sebut Lik Nah (nama aslinya Casonah, dan Lik itu artinya sama dengan Bulik/Bulek/Tante), ada dibelakang rumah almarhumah Mak Uwo Taryi (Mak Uwo artinya Mak Dhe/Budhe/Bibi). Lalu disebelah kiri atau sebelah timur rumah induk ada rumah Om Akrom, sedangkan rumah orang tuaku ada di samping kiri atau sebelah selatan rumah almarhum Mak Uwo Taryi, kemudian dikanan atau sebelah utara ada rumah Mak Uwo Kus. Dulu masih ada lahan luas yang membentang dari depan rumah Mak Uwo Kus sampai depan rumah orang tuaku. Tempat orang-orang bermain Bulutangkis dan juga anak-anak bermain Sepakbola serta permainan tradisional semacam galasin (ditempat kami menyebutnya sin), seketeng, petak umpet, lompat tali, kasti, dan sebagainya. Ah, aku jadi ingin kembali ke masa kanak-kanak.
Sekarang, ada perubahan penghuni dan bangunan. Ya, rumah induk sekarang ditinggali oleh Om Noto dan istrinya yang disebut Bulek Wati serta anak-anaknya yaitu Umam, Firda, dan Riz. Rumah yang dulu terbuat dari pagar bambu sudah dipugar menjadi bangunan modern. Rumah Om Akrom masih tetap ada disampingnya dan juga terus mengalami pemugaran sedikit demi sedikit, ada Bulek Sri sebagai istrinya, kemudian ada juga anak-anaknya yaitu Iwit, Sigit, Ana, dan Nisa. Rumah Mak Uwo Kus masih utuh, hanya menambah warung makanan yang sekarang tidak digunakan lagi. Penghuni rumahnya banyak yang pindah karena menikah, contohnya Mbak Win, Mbak Mur, dan Rini yang ikut suami masing-masing. Yang masih disitu adalah Pak Uwo Kuat sebagai kepala keluarga, Mak Uwo Kus, Hermi, Sodik (menantu), Cicik, Oliv, dan Lala (cucu). Rumah orang tuaku juga mengalami perombakan besar-besaran. Bangunan awal sudah tidak terlihat jejaknya, sudah tertutup rumah Mbak Nit yang ditinggali bersama Mas Parjo (suami), dan anak-anaknya yaitu Ayu dan Bagus (lebih terkenal dengan sebutan Obes). Rumah orangtuaku menyambung dibelakang rumah Mbak Nit, sekarang hanya ada Azis adikku, dan Ibuku. Aku jarang pulang. Mas Herman sudah membuat rumah bersama istri dan anak-anaknya ditempat lain. Dan Ayahku sudah meninggal dunia. Rumah model Joglo yang ditengah milik almarhumah Mak Uwo Taryi masih tetap berdiri, tetapi sudah tersentuh perubahan pada tiang penyangga atap depan. Pohon Jambu dan Belimbing ditebang demi pembuatan lapangan bulutangkis yang baru. Rumah itu hanya ditinggali Mbak Novi (Dhe Opi) dan suaminya yaitu Mas Wito (Dhe Wito) serta ayahnya yaitu Pak Uwo Tarman. Ada tambahan bangunan yang sebenarnya milik Mas Dar, tapi belum ditempati hingga sekarang.
Ada dua bangunan baru ditempat yang dulunya adalah kebon. Sekarang telah berdiri rumah milik Mas Wahyudin yang ditinggali bersama Mbak Mur sebagai istri, serta anak-anaknya yaitu Dziki dan Irfan. Rumah itu dulunya ketika masih dalam bentuk fondasi adalah milik orang tuanya Hid, tetapi tidak jadi dibangun karena mereka lebih memilih pindah ke rumah yang dulu pernah diceritakan oleh Hid, yang ada didekat jalan raya. Seandainya orang tua Hid jadi membangun rumah ditempat yang sekarang sudah ditinggali Mbak Mur pasti akan terjadi kisah lain.
Bangunan kedua, letaknya ada disebelah timur atau sebelah kiri bangunan tadi, ditempati oleh Wawan dan Siti serta anak-anaknya. Kalian harus tahu bahwa Wawan dan Siti adalah Oom dan Tantenya Hid. Ya, adik dari ibu Rumiyati. Anak dari Mbah Waisah. Makanya kadang aku tidak sengaja melihat Hid lewat di gang samping rumahku ketika ada urusan kerumah Buleknya itu.
***
Wah, ceritaku jadi melebar dan panjang sekali. Padahal aku belum sempat menceritakan tentang aku sendiri. Malah sepertinya aku bercerita tentang keluarga besar Mbah Darnyo. Kalau begitu aku mulai saja cerita tentang aku. Bagi pembaca yang ingin tahu silakan dibaca. Bagi yang tidak ingin tahu, lewati saja.
MASA TK
Dulu aku pernah masuk Taman Kanak-kanak yang bernama TK ARUM MANIS, tempatnya masih ada sampai sekarang. Ketika di TK, aku berangkat ditemani dan ditunggui ibuku. Tidak banyak yang aku ingat, hanya dulu tempat duduk yang sebenarnya hanya muat untuk duduk dua orang itu kami duduki berempat, Aku, Wimpok, Sigun, dan Tiyo. Mereka adalah teman sekolah sekaligus tetanggaku dan juga teman bermain dirumah.
Setelah TK selesai, aku tidak langsung masuk SD, katanya belum cukup usia, padahal aku sudah bisa baca, tulis, dan berhitung. Yasudah, aku dibawa orang tuaku merantau di Lampung, berjualan tempe. Dan menyebabkan aku punya banyak teman disana.
MASA SD
Aku pun masuk SD, yaitu SD Negeri 1 Bulakpelem. Yang lokasinya berada di depan Balai Desa Bulakpelem. Teman seangkatanku yang dulu di TK menjadi kakak kelasku. Sehingga aku jarang bermain dengan mereka kecuali kalau malam dikampung. Jam sekolahnya pun berbeda. Kelas 1, 5, dan 6 masuk jam 7 pagi. Lalu kelas 2 masuk jam 9 pagi, pulangnya jam 12 siang. Sedangkan kelas 3 dan 4 masuk jam 12 siang, pulang jam 4 sore.
Hal itu membuat aku berangkat sekolah ikut bareng murid kelas 6 karena aku tidak berani berangkat ke sekolah sendiri. Aku ingat, ada tiga orang yang dulu sering berangkat dengan aku yaitu Mas Sub, Mas Kisyono, dan Mas Lani. Mereka baik-baik, kadang pas istirahat diajak jajan ke warung Mak Mus. Minum wedhang teh manis dan makan gorengan ditraktir. Dulu warung Mak Mus ada didalam lingkungan Balai Desa. Sekarang sudah pindah didepan TK ARUM MANIS.
Sebenarnya banyak sekali kisah waktu SD. Tapi ini bukan buku biografi. Jadi sepenggal-sepenggal saja kisahnya.
MASA SMP
Aku sekolah di SMP Negeri 1 Sragi dan mulai mengenal teman-teman dari desa lain. Saat aku ingat SMP, maka hal pertama yang keluar adalah Ayu Ghani Ramadhan. Siswi cantik yang kulitnya putih, yang rambutnya lurus, matanya dua, pakai seragam putih-biru naik sepeda gunung merek GENIO, yang asalnya dari Sragen. Aku sempat membuat buku fiktif dengan tokoh utama Ayu Ghani dan Suptop pada masa SMP, ditulis tangan dengan lembaran-lembaran kertas yang dipotong-potong sesuai ukuran novel. Dan temanku yang paling semangat dalam mengumpulkan kertas adalah Yudha, yang sampai lulus SMA masih sempat main band bareng. Dirumah Yudha lah aku dan teman-teman belajar main gitar dan membicarakan tentang cewek-cewek disekolah.
MASA SMA
Aku tidak langsung melanjutkan ke SMA waktu itu karena takut pelajaran Matematika. Jadi aku ikut orang tuaku lagi di Lampung satu tahun, kali ini berjualan keripik tempe. Barulah kemudian pada tahun dua ribu lima aku masuk SMA Negeri 1 Sragi. Teman seangkatan di SMP jadi kakak kelas, termasuk Yudha. Keuntungannya, aku jadi kenal dua angkatan.
Aku sempat membentuk grup band bernama GREEN TEA bersama Yudha, Ovi, dan Norman. Yang sering menampilkan lagu-lagu dari GREEN DAY.
Masa putih abu-abu aku anggap sebagai masa yang paling berwarna dan mungkin tak terlupakan.
***
Begitulah sedikit cerita tentang aku. Berikutnya aku akan mulai menceritakan tentang Hid, dari awal kenalan sampai kemudian aku pergi. Semua aku coba ceritakan hingga jelas. Biar kalian tahu. Biar Hid juga tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar