Selasa, 09 Agustus 2016

(Sambungan dari AGUSTUSAN) ZEN ULANG TAHUN

Pagi itu masih dingin. Matahari belum terbit untuk menyinari bumi. Aku sudah bangun dan sudah selesai menunaikan ibadah sholat Subuh. Segar dan tentram rasanya. Oh iya, hari ini tanggal 23 Agustus 2014 Masehi. Aku mengambil hapeku yang tergeletak dikasur. Lalu aku mengetik pesan.

"Happy birthday om. Semoga panjang umur, diberi kesehatan, tambah rezeki, tambah tua :D, maaf ya gak bisa ngasih apa-apa cuma ucapan.."

Lalu aku kirim ke nomor Zen. Terkirim. Pesan disampaikan. Dan kemudian ada balasan. Dari Zen.

"Terima kasih bulek.. Aamiin.. Kamu adalah orang pertama yang memberi ucapan.."

"Hehe.. Traktiran dong Oom.." balasku, meminta.

"Iya, nanti.. Kalau pas aku libur kerja, besok ya.." Jawab Zen.

"Ok," kataku.

"Nanti aku ajak kau ke Karaoke, ajak Risma juga, ajak yang lain juga boleh biar rame.. Nanti aku ajak Darus.."

"Hah? Karaoke? Dimana?" aku bertanya.

"Di Family Fun, Comal.." balasnya.

"Kenapa harus ditempat karaoke?"

"Aku ingin bernyanyi bersamamu.. Dan dulu kau berjanji mau nyanyi denganku.."

"Tapi aku nggak bisa nyanyi, suaraku jelek.. Hehe,"

"Suaramu bagus, aku pernah dengar waktu lewat disamping rumah, dan kau juga sering bernyanyi waktu aku telepon.."

"Yaudah, nanti gimana Risma aja ya? Dia bisa pergi atau nggak.. Soalnya aku kalau pergi harus sama Risma.."

"Kenapa begitu?"

"Biar nenekku mengizinkan.."

"Baiklah.." Zen menjawab dengan kata yang khas darinya.

Ini harinya adalah hari Sabtu, dimana aku masih harus pergi ke sekolah. Naik motor ke Wiradesa. Tapi tidak keliling kota dan hatiku tidak jadi gembira. Karena masuk ke sekolah, seperti masuk ke penjara. Pintu gerbang dikunci biar tidak ada tahanan yang kabur. Didalam kelas menanti banyak sekali tugas. Kadang guru-guru ada yang sok berkuasa. Menyuruh siswanya dengan mewbentak. Wahai Guru! Tak bisakah engkau mengganti kalimat bentakan itu menjadi kalimat saran?

Aku tidak akan banyak bercerita tentang kehidupan disekolah. Karena cerita ini tidak ada hubungannya dengan sekolahan. Ini cerita tentang anak-anak kampung. Bukan anak jalanan yang sekolah tapi kerjaannya ada dijalan. Berantem. Pacaran. Pokoknya aku pergi pagi pulang siang, sore, petang. Kalau pergi pagi pulang pagi itu bukan aku, tapi Rizal Armada. Atau Faang Wali. Atau tukang bubur kesasar, nggak inget rumahnya.

***

Malam minggu. Sama dengan Sabtu malam. Bahasa gaulnya Satnite singkatan dari Saturday Night. Seperti biasa, aku dirumah saja. Paling juga BBMan atau ngobrol lewat telepon dengan pacarku.

Aku dengar, ada telepon. Aku angkat. Bukan pacarku. Tapi Zen.

"Halo.." kataku mengucapkan kata yang umum diucapkan ketika mengangkat telepon.

"Kenapa harus halo?" Zen bertanya.

"Kan memang sudah jadi kebiasaan Om.." jawabku.

"Siapa yang membuat peraturan begitu?" dia bertanya lagi.

"Aku nggak tahu lah.." aku menjawab lagi.

"Bagaimana kalau kita ganti saja?" ajaknya.

"Ganti.. Ganti bagaimana maksudnya?" tanyaku bingung.

"Ya diganti, jangan pakai halo.. Misalnya loha, olah, atau hola.."

"Ah si om bercanda aja.."

"Aku serius.. Hehehe.."

"Itu tertawa, berarti nggak serius.."

"Serius kok, tertawanya.."

"Hahaha.."

"Eh, gini aja.. Bagaimana kalau salah satu dari kita dapat telepon dari aku ataupun kamu, bilangnya CILUK.. kemudian yang lain menjawab BAA.. Jadi kan enak, tidak saling halo, hehehe.." Zen menyarankan begitu.

"Hahaha, ribet ah.." kataku.

"Coba dulu.." kata Zen. Tiba-tiba telepon ditutup. Tapi kemudian dia menelepon lagi.

"CILUK.." katanya diujung sana.

Aku diam, bingung antara menjawab HALO atau BAA.

"CILUK.. Kok diam?" itu Zen lagi yang bersuara.

"BAA.." Akhirnya aku berkata demikian walaupun dengan suara yang agak bergetar dan kurang mantap, karena memang aneh saja.

"Hahaha, akhirnya kau jawab juga.."

"Hahahaha.." aku ikut tertawa. Bukan karena disuruh dia, tapi memang lucu saja.

"Nah, lain kali begitu.."

"Iya, kalau nggak lupa, hehehe.."

"Kamu, sedang apa sekarang?" Zen bertanya.

"Tiduran aja dikamar.." jawabku.

"Mbah Waisah?" dia bertanya maksudnya mbah waisah sedang apa.

"Nonton tipi.." jawabku lagi.

"Kamu tidak diapeli cowokmu?" pertanyaannya seperti basa-basi, karena sebenarnya dia tahu kalau pacarku itu tidak berani datang ketempatku, lebih tepatnya tidak aku bolehkan. Kecuali datangnya rombongan dengan keluarganya.

"Sudah makan?"

"Sudah.."

"Yang keberapa? Hehehe,"

"Empat, hahaha.." kataku sambil tertawa dan agak malu.

"Eh? Banyak makan rupanya.." dia heran mungkin.

"Iya, aku makannya banyak, kadang bisa sampai lima kali sehari.." kenapa aku tidak malu mengakui itu semua kepada Zen. Padahal jika diketahui orang lain, itu sangat memalukan bagi seorang cewek.

"Beneran?"

"Iya, hahaha.."

"Pantesan agak gendut, hehe.." Zen berbicara dengan pelan. Mungkin takut aku tersinggung.

"Montok, tauuu.. Seksi.. Hahaha," aku berbicara begitu.

"Iya.. Eh, besok jadi kan?"

"Jadi apa?"

"Ke tempat karaoke.."

"Iya.. Insya Allah," aku hanya bisa bilang begitu.

"Bukankah Insya Allah itu artinya jika Allah menghendaki?" pertanyaan retoris darinya.

Aku hanya mengangguk, padahal lewat telepon. Jadi dia tidak melihatnya.

"Kalau begitu aku akan bilang kepada Tuhan.." katanya.

"Bilang apa?" tanyaku.

"Bilang supaya besok Tuhan menghendaki.. Hehe," jawabnya.

"Oh.."

"Ya Tuhan.. Kehendakilah besok Hid pergi bersamaku, bersama Risma, bersama Darus demi merayakan ulang tahunku yang ke-26 di tempat karaoke.. Aamiin.." dia seperti berdoa.

"Aamiin.." aku iku mengamini saja.

"Ya, karena semua sudah bilang aamiin, maka aku nyatakan berdoa selesai dan sampai jumpa besok.. Assalamualaikum.." dia menutup pembicaraan.

"Waalaikumsalam.." aku membalas salamnya.

Malamnya sedang cerah. Tetapi anginnya dingin. Seperti mengingatkan orang yang bepergian untuk jangan lupa memakai sweater atau jaket kalau punya. Dan aku selalu asyik dengan duniaku. Karena aku benar-benar merasa kesepian. Lagunya Vierra aku putar.

dimana.. Kamu dimana?
Disini, bukan.
Kemana.. Kamu kemana?
Kesini, bukan.
Katanya pergi sebentar
Ternyata lama
Tahukah aku sendiri?
Menunggu kamu..

Jangan pergi-pergi lagi
Aku tak mau sendiri
Temani aku tuk sebentar saja
Agar aku tak kesepian..

***

Karena kemarin adalah hari Sabtu, maka sesungguhnya ini adalah hari Minggu. Tapi aku tidak ikut ayah ke kota naik delman istimewa. Apalagi duduk dimuka pak kusir yang sedang bekerja. Tidak. Aku sungguh ada dirumah untuk membantu nenek bersih-bersih rumah. Kalau dipelajaran Kewarganegaraan, aku pasti dapat nilai A, karena sering membantu nenek. Mungkin bisa juga mendapat gelar sebagai warga negara yang baik. Tapi nyatanya tidak. Yang bisa menentukan nilai adalah jawaban pada saat ulangan nanti, bukan prakteknya.

Pagi itu aku menyapu lantai yang terbuat dari keramik. Kemudian mengepelnya dengan alat pel. Biar mengkilap. Tidak lupa aku mencampur airnya dengan cairan pewangi lantai. Biar wangi lantainya. Biar banyak yang naksir. Tapi nyatanya, cowok-cowok tidak hanya naksir lantainya, tapi naksir aku juga. Ah, resiko jadi orang cantik.

Setelah semua selesai, aku mandi, tidak lupa gosok gigi, dan menyabuni badanku. Kalian jangan membayangkan badanku. Karena memang aku suka telanjang kalau mandi. Sudah tak usah kalian pikirkan bagaimana caraku mandi. Sama dengan kalian, menyiramkan air dari atas ke bawah.

Sebenarnya kegiatanku banyak sekali hari itu. Tapi tidak aku tulis semua karena memang aku malas menulisnya. Dan demi kebaikanku sendiri juga. Aku akan melanjutkan ceritanya sampai saat itu aku baru saja tidur siang. Tiba-tiba ada yang datang kerumahku naik sepeda Polygon. Dia adalah orangnya yang aku sebut Zen.

"Assalamualaikum!" itu Zen mengucap salam.

"Waalaikumsalam.." jawabku dari dalam rumah dan bergegas membuka pintu. Lalu aku sambut dia dengan kalimat tanya.
"Ono opo om?" (artinya: ada apa om?)

"Iki, undangan kumpulan IRAK ngko mbengi," ekspresinya datar sambil menyerahkan kertas putih yang seperti undangan. (artinya: ini, undangan rapat IRAK nanti malam)

"Oh, iya.." kataku.

"Sudah ya, aku lanjut bagi-bagi undangan lagi.." dia berkata sambil pergi mengayuh sepedanya.

Dalam hati aku berkata. "Kenapa dia tidak membahas tentang acara nanti sore?" ah entahlah, Zen itu manusia aneh. Bisa sangat lancar dan terbuka saat berbicara lewat telepon atau saling kirim SMS, tapi menjadi kaku dan tertutup saat berhadapan langsung dengan aku. Misterius. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.

***

"Aku tunggu didepan konter Mbak Novi. Cepat." ini SMS dari Zen yang menandakan bahwa dia sudah sedang menunggu aku dan Risma.

"Iya, om.. Sebentar lagi.." balasku.

"Baiklah.."

Akhirnya setelah Risma selesai dandan. Aku meluncur pergi naik motor dengan dia, pakai helm juga. Ngeeeeng.. Motor melaju melintasi jalanan depan konter mbak Novi. Disitu aku lihat ada Zen yang membonceng Darus, dan Danang juga sepertinya mau ikut. Aku dan Risma sengaja tidak berhenti disitu walaupun akan pergi dengan orang-orang itu. Karena aku takut akan omongan tetangga-tetangga. Jadi aku menunggu mereka di SD saja. Maksud dari SD itu adalah gedung sekolah dasar negeri 2 Bulakpelem. Lokasinya diselatan Balai Desa Bulakpelem. Kalau kalian duduk-duduk dipagarnya yang terbuat dari campuran semen, batu, dan pasir. Lalu memandang ke selatan. Kalian bisa melihat rumah Nur Mukmin. Siapa dia? Hanya penduduk Mlokolegi. Hehehe.

Tidak lama kemudian tiga mas-mas getir itu datang. Dan pergilah kami kemana tujuan kami semula. Aku berboncengan dengan Risma. Danang sendirian. Zen berboncengan dengan Darus. Berada dipaling depan, karena yang tahu lokasinya. Aku dan Risma ada dibelakang. Danang seperti Presiden saja, ada ditengah, dilindungi pasukan pengamanan, walaupun dia hanya seorang ketua IRAK.

Perjalanan dari Daerah Istimewa Mlokolegi menuju Comal itu sekitar dua puluh menit. Dan kalian tak perlu tahu apa yang aku perbincangkan dengan Risma disepanjang perjalanan. Itu rahasia perempuan. Jika kalian ingin tahu, maka belilah ditukang tahu. ingat, tukang tahu. Tapi jika kalian ingin mengerti, maka belajarlah jadi ninja dulu. Ah.. Akhirnya sampai juga di Family Fun Karaoke, Grand Comal. Lalu kami memarkir kendaraan dan helm. Zen masuk duluan untuk menuju resepsionis karaoke. Aku tak peduli apa yang dibicarakan. Yang aku tahu, kemudian kami berlima disuruh mengikuti pemuda yang akan menunjukkan lokasi dan ruangan tempat kami akan berkaraoke ria. Aku tak ingat itu Room berapa. Ruangannya kira-kira berukuran 4x4 meter, ada tivi LCD entah berapa inchi, ada keyboard untuk mengetik lagu yang akan dinyanyikan, ada lampunya juga, sofa memanjang yang empuk. Kami ditawari oleh pemuda yang tadi untuk memesan makanan atau minuman. Tapi kami semua sepakat menjawab tidak, karena cuma mau nyanyi sebentar saja. Walaupun kami tahu ada Zen yang akan membayar semuanya. Kemudian pemuda itu pergi sambil berkata,"Selamat bersenang-senang.."

Dan pintu ditutup. Danang mulai mengetik di keyboard. Ternyata dia pilih lagunya NOAH band. Separuh Aku. Menyanyi dia lagu itu. Didalam ruangan itu hanya ada kegiatan menyanyi. Yang paling hebat adalah Darus, poin bernyanyinya selalu tinggi. Apalagi kalau lagunya dangdut. Yang aku ingat, sedikit tentang daftar lagu itu adalah
- Separuh Aku
- Hidup Untukmu Mati Tanpamu
- The Forgotten (kata Zen, ini lagunya Green Day yang jadi soundtrack film Twilight)
- Menunggu (dangdut)
- Arjuna Mencari Cinta
- A Thousand Years (twilight juga)
- Unintended
- Cinta Terbaik

Sebenarnya ada lagu-lagu lain, tapi aku lupa. Barangkali kalian tahu. Bisa ditambahkan sendiri. Diantara kami, yang tidak bernyanyi hanyalah Risma. Dia duduk saja sambil nonton. Kalau si Darus, itu sukanya duet, katanya biar nggak capek. Nah, Danang malah sibuk jadi operatornya, ngetik-ngetik judul lagu dan mainan lampu. Aku dan Zen juga duet tiga lagu, itu lagu Unintended, A Thousand Years, sama Cinta Terbaik. Sesudah satu jam berlalu, aku mengajak sudahan saja, karena takut dimarah nenek. Dan akhirnya kami pun menyudahi acara itu dan keluar dari Family Fun dalam keadaan sudah maghrib.

Zen mengajak kami makan. Disekitar pasar Comal. Kalau tidak salah, itu adalah Kedai Bakso Sedayu. Ramai. Aku memesan mie ayam saja, karena disitu ternyata ada jual mie ayam juga. Aku juga suka mie ayam. Risma, Danang, dan Darus juga memesan mie ayam. Kecuali Zen, dia memesan bakso. Suka beda sendiri dia. Memang begitu orangnya. Minumnya pun juga, kami berempat minum es teh, dia sengaja beda dengan memesan es jeruk. Katanya, perbedaan itu indah. Padahal Indah itu kakaknya Risma. Hehehe.

Aku ingat, kami ngobrol juga tentang acara nanti. Kumpulan IRAK. Posisi duduk saat itu adalah Aku berjejer dengan Risma, kemudian dihadapan kami ada Danang dan Zen, dan juga Darus agak jauh.

"Kie sidone arep dikumpulke ngendi bocah-bocah?" Danang membuka pembicaraan. Aku sedang malas mengartikannya, jadi biarkan dialog ini mengalir dengan bahasa Jawa.

"Nggon Devi bae po?" Zen yang berkata, dia menyebutku demikian karena dalam situasi obrolan umum.

"Iyo ora opo-opo ben aku biso melu kumpulan.." ini aku yang berbicara.

"Berarti ora sido nang umahe aku?" Risma yang berkata, karena rencana awalnya memang di rumah Mak Ulimah.

"He-eh.. Ben podo kiyeng kumpulan sing lanang-lanang," timpal Zen.

"Yowis, mengko bar iki tuku Aqua nggon Lestari.." Danang menyambung.

"Siap bos!" Itu Darus yang bilang. Sambil mau menyedot es teh yang sudah berubah jadi es tawar.

"Njo ra uwis, bali, mbokan aku disengeni simbah.." pintaku agar segera pulang.

"Ayo," Zen yang menjawab.

Lalu Zen segera menuju kasir untuk membayar apa yang kami makan dan minum tadi. Parkir juga dibayari Zen. Ngeeeng... Motor melaju lagi. Kali ini agak ngebut karena mengejar waktu. Dan ketika sampai di depan Pabrik Gula Sragi, ternyata lampu mati. Aku kaget. Sepertinya tidak penting sekali aku menulis "aku kaget". Sampai di toko Lestari, kami turun dan membeli satu kardus air mineral merek lain. Itu aku dan Risma yang membawa dengan motor. Zen berpindah posisi jadi berboncengan dengan Danang. Darus jadi kasihan, sendirian.

Motor melaju lagi, tapi sekarang tidak usah dikasih bunyi ngeeeeng.. Karena kesannya seperti anak kecil sedang main motor-motoran. Lampu masih belum juga menyala. Eh, lampu atau listrik ya?
Listrik saja ya. Karena kalau lampu, daritadi lampu motor sudah menyala.
Listrik masih belum juga menyala. Menyebabkan ada gelap disekitar. Perjalanan pulang ke Daerah Istimewa Mlokolegi pun menjadi gelap-gelapan. Aku dan Risma yang membawa dus air minum langsung jalan menuju rumahku, diantar Zen yang meminjam motornya Danang.
Ramai orang dihalaman rumah mbak Naroh. Aku kira ada apa? Ternyata itu orang "Nemokne Penganten." Saat itu ada yang menikah, tetanggaku, Mbak Suli. Rumahnya disamping rumah Mbak Marlinda. Hanya berbatasan dengan saluran drainase kecil. Kami menyebutnya "Sier".

BYAAAR! Lampu menyala, karena listrik sudah menyala. Aku segera masuk rumah dengan diikuti Zen yang membawa kardus berisi minuman ke dalam rumahku. Lalu mereka, maksudnya Risma dan Zen pergi.

"Kadi ngendi Pi? Yahmene ko nembe bali?" itu nenek buyutku yang menginterogasi. Namanya Mbah Puah.

"Mayeng mbah.. Karo Risma.." jawabku.

"Lah kui nggowo opo nang kerdus?" beliau bertanya lagi.

"Kui aqua, ape nggo kumpulan pemuda nang kene.." jawabku lagi.

"Ojo kumpulan nang kene, mbudeki tok, mesti ngko podo ribut.." nenek buyutku berkata tidak mengijinkan.

"Iyo mbah.. Ngko tak ngomong karo bocah-bocah.." jawabku lemas.

Aku langsung mengirim SMS kepada Zen.

"Om.. Maaf, tempat kumpulannya dipindah saja ya, nggak boleh disini sama buyut,"

"Oh.. Iya, nanti aku bilang ke yang lain.

"Maaf ya, aku juga nggak bisa ikut kumpulan.."

"Iya, nggak apa-apa.."

"Ini air minumnya diambil.."

"Siap Grak! Bunda-hara.." itu Zen menyebut Bunda Hara karena aku menjabat sebagai Bendahara di IRAK.

Tidak lama kemudian datanglah Zen dan Wahyu yang akan mengambil air minum tadi.

"Maaf yo om, aku ora biso melu.." kataku kepada Zen.

"Iyo ora kaiki, tapi kudu setuju karo hasil kumpulan mengko yo?"

"Iyo.."

"Assalamualaikum.." Zen pergi bersama Wahyu

"Waalaikumsalam.."

Malam itu rapat dipindah ke rumah tinggal Risma. Katanya membahas soal kaos untuk pemuda-pemudi mlokolegi. Aku manut saja.

Sebelum tidur, aku mengirim SMS lagi untuk Zen. Sambil menyetel lagu dari Cassandra dengan judul Cinta Terbaik.

"Terima kasih ya oom, sudah ditraktir."

"Iya, sama-sama.. Sudah mau diajak pergi dan bernyanyi bersama.."

"Maaf suaraku jelek.." kataku merendah.

"Suaramu bagus, aku yang jelek.." katanya menegaskan.

"Aku mau bobok dulu ya.."

"Jangan lupa.."

Aku paham maksud dari kalimat terakhir itu. Agar aku jangan lupa berdoa, bernafas, dan ingatan.

Aku yakin, dia mengucapkan selamat tidur padaku dengan cara berbisik. Tapi bisikkan itu terasa seperti suara geledek yang keras sekali ditelingaku. Kalian tidak bisa mendengarnya. Hanya aku. Yang menyebabkan aku membalas bisikannya

"Selamat tidur juga.. Oom Zen.."

Cassandra masih bernyanyi..

BERSAMBUNG..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar