Ada kabar, di grup WA GU WO (WhatsApp Ganteng Unyu Wedding Organizer) bahwa mereka dapat order untuk mengerjakan dekorasi pernikahan di kota Sorong, Papua Barat. Bagi kru yang berminat, dipersilakan untuk mendaftar, tapi terbatas hanya delapan personel saja. Maka pagi itu di bulan Desember, kru digudang ramai membicarakan hal tersebut. Tanggapannya beraneka ragam, ada yang berani, ada yang takut karena jauh, takut mabuk laut, takut naik pesawat, takut orang Papua, takut bayarannya tidak cocok, dan ada pula yang berani tapi bimbang.
Adalah Mas Ratno, kru yang pertama mendaftar selain Pak Tomo yang sudah tentu ikut karena dia Supervisornya, walaupun usianya sudah menunjukkan angka 48, tapi untuk masalah semangat, nggak kalah sama anak muda. Mas Ratno sudah berpengalaman di bidang dekorasi dan kru panggung, sudah hampir seluruh pulau Jawa dan sekitarnya pernah ia jelajahi.
Kru lain belum ada yang berani mendaftar hingga bulan telah memasuki pertengahan Januari. Menurut kabar, Widhi tadinya ikut mendaftar tapi kemudian mengundurkan diri karena kemungkinan istrinya melahirkan pada bulan menjelang keberangkatan ke Sorong.
Menjelang akhir bulan Januari, barulah kru yang terdaftar menjadi delapan orang, yaitu Pak Tomo, Mas Ratno, Bowo, Pak Mamik, Mas Yoyok, Thomas, Daru, dan Zen.
Daru tadinya tidak mau ikut karena belum ada kesepakatan harga atau upah kerja. Tapi setelah lama dibujuk dan dijelaskan oleh supervisornya, akhirnya Daru mau berangkat.
Zen adalah kru yang awalnya tidak ditawari untuk ikut, tetapi kemudian diusulkan oleh Daru untuk diikutsertakan, jadilah dia sebagai kru terakhir yang terdaftar.
Oh iya, ada dua kru yang belum sempat dikenalkan pada bab perkenalan diawal tadi, ada Pak Mamik dan Mas Yoyok.
Pak Mamik adalah florist di Gereja Kota Baru yang juga ahli memasak. Usianya sekitar 55 tahun, penampilannya gendut, rambut sudah ada uban, kulitnya putih, dan kalau ngomong selalu diikuti tawa kecil diakhir kalimat. Kecuali pas marah atau sakit.
Mas Yoyok, rambutnya gondrong, usia sekitar 43, tinggal di Muntilan bersama istrinya untuk menggarap kebun Singkong yang luas. Hobinya ngopi, segala macam kopi dia suka. Tapi kalau tidur suka susah dibangunkan. Alarm di hapenya berbunyi nyaring berulang-ulang pun masih terus tidur.
***
Kemudian pada Pertengahan Mei, material dekorasi diberangkatkan lebih dulu menggunakan container berukuran 2 meter x 6 meter x 2 meter berwarna hijau dan diangkut kapal lewat Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Yang mengawal barang sampai ke Surabaya adalah Daru dan Mas Yoyok dimana mereka membuktikan betapa ganasnya hidup dijalanan. Ya, panas dan berdebu. Juga, Mas Yoyok kehilangan sendal jepitnya yang kiri. Ganas bukan?
Dan Rombongan kru yang berisi delapan manusia, diberangkatkan dari kantor Ganteng Unyu pada awal Juni, tepatnya tanggal 3 Juni di pagi hari yang dingin. Naik travel dengan riang gembira seperti anak TK yang mau pergi liburan. Membawa banyak bekal dan banyak pakaian. Delapan jam kemudian sampailah mereka di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Jadwal keberangkatan kapal yang tertulis pada tiket adalah jam delapan malam, tapi nyatanya kapal datangnya nanti jam empat subuh, lalu berangkat lagi jam sembilan pagi. Artinya mereka semua menginap di pelabuhan malam ini. Dengan duduk lesehan dan tiduran diatas tikar berbahan karung plastik dan kertas semen berukuran 1x1 meter seharga sepuluh ribu rupiah.
Kemudian pada waktu subuh mereka bergegas bangun untuk menuju terminal pemberangkatan, beramai-ramai dengan calon penumpang lain yang akhirnya seperti lomba lari. Tapi sampai disana pintunya masih tutup. Antreannya panjang banget kayak orang ngantri mau naik kapal, padahal kan iya. Setelah pintu dibuka, masuklah mereka pada bagian cek isi tas dan manusia pada alat deteksi. Dimana Mas Ratno dan Zen sempat ditegur petugas karena mau menghindar dari detektor, takut ketahuan kalau membawa benda tajam, ya, kru dekorasi senjata andalannya adalah pisau cutter dan catut. Hehehe. Setelah melalui proses itu, kemudian ada proses stempel tiket dan tangan calon penumpang, masuk ke ruang tunggu.
***
Didalam kapal, ternyata nomer tempat penumpang tidak berlaku, yang berlaku adalah hukum siapa cepat dia dapat, asal ada yang kosong, tempati saja. Itulah tiket kapal kelas ekonomi.
Dari Surabaya, kapal berlayar menuju pelabuhan Makassar, lamanya perjalanan sekitar 24 jam. Kemudian dari Makassar, kapal berlayar lagi langsung menuju pelabuhan Sorong, Papua Barat, lamanya perjalanan sekitar 32 jam.
Kebetulan perjalanan mereka pas masuk awal puasa, jadi kru yang beragama islam melaksanakan tarawih dan sahur diatas kapal. Tiket bagi yang menjalankan ibadah puasa diberi tanda cap "PUASA". Kru yang berpuasa adalah Mas Ratno, Bowo, Daru, dan Zen.
Sampai di pelabuhan Sorong sekitar pukul lima waktu indonesia timur. Mereka dijemput oleh Andreas yaitu calon pengantin pria dan Nico, anak buahnya Andreas, menggunakan mobil Toyota Hi-Lux. Diantarkan sampai ke kontrakan di jalan Gunung Umsini nomer.52, kampung baru. Disana bertemu lagi dengan Memet, yang mengurus perawatan bangunan dan sekaligus bisa jadi supir.
***
Seminggu awal di Papua, kru The Tampan Decorators belum diperbolehkan bekerja, karena material dekorasi belum diangkut keluar dari pelabuhan. Jadi selama menunggu material, kegiatan mereka hanya jalan-jalan, mancing, tiduran, nonton film, ngobrol, dan merencanakan jadwal kerja nanti.
Untuk masalah makan, mereka disediakan sembako oleh pihak mempelai wanita, yaitu Adeline. Untuk uang belanja juga ada. Kebutuhan mereka semua disediakan, termasuk motor dan mobil jika diperlukan untuk pergi.
Pasti Andreas dan Adeline adalah manusia yang sadar bahwa mereka hidup juga membutuhkan orang lain. Termasuk kru dekorasi yang nantinya akan bekerja membuat momen pernikahan mereka menjadi lebih indah dan berkesan. Mereka sadar, jika tidak ada para penunjang dekorasi, maka pernikahan yang mereka impikan tidak akan menjadi tampak mewah dan meriah. Maka mereka memberikan fasilitas yang bagus untuk para kru sebagai motivasi agar kru bekerja dengan maksimal.
BERSAMBUNG KE PART II